Saham sektor konsumsi tulang punggung bursa



JAKARTA. Di tengah volatilitas Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), performa saham emiten barang konsumsi (consumer goods) tampil mencuri perhatian. Sejak awal tahun atau year to date (ytd), indeks saham consummer goods hingga, Kamis (12/9), masih mencetak gain 19,55%. Sementara, di periode sama,  IHSG hanya mencetak kenaikan 0,92%.Berdasarkan data statistik Bursa Efek Indonesia (BEI), kemarin, ada empat saham emiten barang konsumsi yang menjadi penggerak utama indeks di tahun ini. Saham PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) memimpin daftar saham dengan kenaikan harga paling tinggi. Sejak akhir 2012 hingga kemarin, harga saham UNVR sudah melesat 47,96% ke Rp 30.850 per saham.Menyusul UNVR adalah saham PT Kalbe Farma Tbk (KLBF). Secara year to date, harga KLBF sudah melejit 26,42% ke Rp 1.340 per saham.Saham emiten barang konsumsi lain yang kinerjanya juga mentereng adalah saham PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP). Harga saham ini sudah naik 25% menjadi Rp 9.750 dari posisi akhir 2012.Masih layak beliPerforma saham PT Multi bintang Indonesia Tbk (MLBI) tak kalah mencolok. Harga saham MLBI, kemarin, sudah sebesar Rp 1,15 juta atau naik  55,41% ytd. Pertumbuhan harga MLBI sejatinya naik paling tinggi dibandingkan tiga saham konsumsi sebelumnya. Namun, karena kapitalisasi pasar yang lebih mini, bobot pergerakan saham MLBI terhadap IHSG lebih rendah dari yang lain.Hans Kwee, Direktur EMCO Asset Management menuturkan, saham emiten barang konsumsi selalu memiliki tenaga tambahan di saat situasi krisis seperti sekarang. Dari sisi fundamental, saham-saham sektor ini cenderung defensif dan lebih tahan krisis.Bagaimana tidak, emiten-emiten tersebut memproduksi barang yang menjadi kebutuhan primer seperti beras, mie instan maupun obat. "Ini yang membuat saham sektor konsumsi biasanya melesat di saat krisis," terang Hans.Harry Su, Kepala Riset Bahana Securities menambahkan, kinerja emiten sektor konsumsi didukung oleh terjaganya pergerakan harga bahan baku. Harga komoditas seperti jagung maupun gandum sedang turun dalam beberapa waktu terakhir.Harga minyak pun tidak naik terlalu tinggi sehingga emiten barang konsumsi relatif bisa menjaga perolehan margin laba. Di sisi lain, emiten sektor konsumsi punya daya tawar yang kuat untuk mentransfer kenaikan beban yang ditanggung kepada konsumen, misalnya dengan cara menaikkan harga jual. "Selain karena menjual barang kebutuhan pokok, produk mereka juga rata-rata punya brand equity yang kuat," terang Harry Su.Tapi perlu dicatat, prospek sektor barang konsumsi juga bisa terkena sentimen negatif terutama akibat kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate). Hans bilang, bila BI rate terlalu cepat naik, sektor riil akan ikut terpukul.Sektor usaha yang biasanya menyerap banyak tenaga kerja  juga bakal lesu. Imbasnya, tingkat pengangguran meningkat sehingga dikhawatirkan menghambat daya beli masyarakat.Kendati harga sahamnya sudah naik tinggi, baik Hans maupun Harry masih merekomendasikan investor untuk mengakumulasi saham-saham emiten sektor barang konsumsi.Hans merekomendasikan lima saham emiten sektor ini, yakni ICBP, INDF, MYOR, AISA dan UNVR yang bisa dijadikan wadah menggaet untung dalam jangka pendek. "Tapi perlu diingat, saham-saham emiten barang konsumsi biasanya akan naik paling lambat ketika pasar sudah pulih," jelas Hans.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Yuwono Triatmodjo