Saham sektor tambang masih direkomendasikan tahun ini, jangan lupa diversifikasi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Investor mulai menyesuaikan portofolio sebelum tutup tahun 2020. Menyambut ekonomi yang diperkirakan tumbuh, investor mulai cenderung beralih ke saham sektor cyclical

Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Hariyanto Wijaya dan Emma Fauni mengungkapkan, ketidakpastian karena pandemi Covid-19 secara bertahap akan menghilang seiring dengan perkembangan vaksin Covid-19. "Karena itu, kami mengekspektasikan investor beralih dari saham defensif ke saham cyclical dan value stocks," ungkap Hariyanto dan Emma dalam riset, Rabu (9/12).

Ekspektasi ini terdorong oleh terpilihnya Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden cenderung menjaga stabilitas geopilitik. Adapun sektor-sektor yang menjadi pilihan tahun ini seperti sektor perbankan, pertambangan nikel, pertambangan batubara, dan plantation seperti crude palm oil (CPO). 


Senada dengan riset tersebut, Kepala Riset NH Korindo Sekuritas Indonesia Anggaraksa Arismunandar juga mengamati, berbagai sektor seperti pertambangan, konstruksi, dan properti mulai unjuk gigi di pengujung tahun 2020. 

Baca Juga: Daftar hari libur nasional dan cuti bersama 2021, total ada 23 hari

Diprediksi, saham-saham sektor properti dan konstruksi masih dianggap prospektif hingga tahun ini. Anggaraksa menjelaskan, katalis yang mendorong di antaranya UU Omnibus Law Cipta Kerja yang memudahkan perizinan lahan, peningkatan anggaran infrastruktur dalam APBN di tahun 2021, serta pembentukan pembentukan sovereign wealth fund. Mempertimbangkan hal tersebut, investor bisa mencermati saham-saham seperti WIKA, WSKT, PWON, dan CTRA tahun 2021. 

Di sisi lain, Anggaraksa mengamati saham-saham yang memproduksi nikel seperti ANTM dan INCO juga masih memiliki peluang. Ini seiring dengan ekspektasi peningkatan permintaan pada komoditas tersebut. 

Mirae Asset Sekuritas memperkirakan bahwa kenaikan harga nikel masih berlanjut tahun 2021 ini. Peningkatan harga ini terdorong kenaikan permintaan untuk produksi baja, terutama dari China. Di sisi lain, kenaikan harga itu sebagai bentuk antisipasi naiknya permintaan nikel untuk produksi baterai kendaraan listrik.

Baca Juga: Jokowi: Indonesia mengamankan vaksin Sinovac, Novavax, AstraZeneca, dan BioNTech

Tidak jauh berbeda, Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengungkapkan, saham-saham sektor pertambangan khususnya emas dan nikel juga masih akan menarik tahun ini. 

Di sisi lain, saham-saham perbankan, khususnya golongan buku empat, juga atraktif karena kinerjanya yang cukup kuat. Walau pandemi Covid-19 masih akan membayangi, Wawan menganggap perbaikan ekonomi akan mendorong kinerja emiten perbankan tahun ini karena mulai dibutuhkan oleh masyarakat. 

Adapun untuk sektor infrastruktur, khususnya penyedia menara telekomunikasi dinilai akan menarik karena masih dibutuhkan oleh masyarakat selama pandemi. Ini tercermin dari kinerja di tahun 2020 yang cenderung membaik. 

Wawan juga melihat, tahun ini akan menjadi kebangkitan bagi saham-saham yang sepanjang tahun 2020 ini sudah tertekan seperti ASII. Kendati penjualannya belum pulih sepenuhnya, Wawan mengamati kinerja ASII mulai menunjukkan pemulihan mendekat akhir tahun 2020.  

Baca Juga: Harga saham naik 151%, Elang Mahkota Teknologi (EMTK) hentikan buyback

Mempertimbangkan peluang di atas, tahun ini Wawan cenderung menjagokan saham-saham seperti BBCA untuk sektor perbankan, INCO untuk sektor pertambangan, dan TOWR untuk sektor infrastruktur. Target harganya, Rp 36.000 hingga Rp 37.000 untuk BBCA, Rp 6.000 untuk INCO, dan Rp 1.200 untuk TOWR. 

Selain ketiga saham itu, Wawan turut menjagokan ASII dan KLBF, dengan target harga masing-masing Rp 7.000 untuk ASII dan Rp 1.600 dan Rp 1.700 untuk KLBF.

Menurut dia, walau sektor farmasi seperti KLBF diprediksi tidak akan mencatatkan kenaikan harga yang signifikan ke depan, sahamnya masih menarik dan bisa menjadi alternatif mengingat pendemi Covid-19 masih belum usai. 

Bagi investor yang memiliki strategi jangka menengah dan panjang, tiga hingga lima tahun, mereka dapat masuk ke saham-saham itu saat ini. Akan tetapi bagi mereka yang memiliki strategi jangka pendek Wawan cenderung menyarankan menunggu momen koreksi. 

Baca Juga: Ini Dia Sektor Manufaktur Yang Belum Akan Pulih di 2021

Kendati kondisi ekonomi berpotensi membaik tahun ini, Wawan mengingatkan bahwa pandemi Covid-19 masih membayangi. Oleh karenanya, investor masih perlu melakukan diversifikasi dengan mempertimbangkan saham-saham defensif ke dalam portofolionya. 

Senada dengan Wawan, Anggaraksa menambahkan bahwa saham-saham defensif selalu baik untuk kondisi ekonomi apapun. "Meski dalam pemulihan ekonomi sektor cyclical terlihat lebih menarik, kami tetap menyarankan investor untuk memiliki saham-saham defensif sebagai jangkar pada portofolio," kata dia. 

Di tengah kondisi seperti saat ini yang cenderung lagging, lanjut Anggaraksa, investor bisa mencermati saham-saham seperti BMRI, KLBF, MYOR, dan TLKM. Investor pun perlu bersikap optimistis namun tetap berhati-hati atau cautiously optimistic tahun ini. 

Wawan menambahkan, tahun ini investor perlu mewaspadai saham-saham yang bergerak di sektor jasa seperti perhotelan dan transportasi. Kedua sektor itu dipandang masih akan berat karena aktivitas masyarakat dimungkinkan terbatas karena pandemi belum sepenuhnya berakhir. 

Baca Juga: Vaksin Covid-19 Pfizer-BioNTech disahkan WHO untuk penggunaan darurat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati