KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham-saham sektor telekomunikasi punya prospek yang positif seiring dengan lingkungan industri yang lebih rasional. Persaingan antar-operator kemungkinan tidak akan sekaku sebelumnya karena perusahaan mempunyai urgensi untuk menghasilkan laba yang lebih besar demi menjaga profitabilitas. Hal ini sudah terlihat dengan adanya kenaikan tarif layanan dan data secara keseluruhan. Analis BCA Sekuritas Mohammad Fakhrul Arifin mencatat, penyesuaian tarif rata-rata industri pada tahun 2022 berkisar antara 10%-20%.
Menurutnya, dengan rasionalisasi harga dan peningkatan payload data, pengguna secara konsekuen meningkatkan pengeluaran mereka untuk data. "Paket data dengan harga Rp 50.000-Rp 300.000 dipilih sebagai penawaran yang paling disukai, mewakili 76,1% dari total," kata Fakhrul saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (25/6).
Baca Juga: Operator Telekomunikasi Telah Berdamai Fakhrul memprediksi, CAGR pendapatan industri telekomunikasi pada tahun 2022-2025 dapat tumbuh 5,9%, dari 3,8% pada 2016-2021. Namun, untuk tahun 2023-2024, average revenue per user (ARPU) diperkirakan tumbuh konservatif pada kisaran 5,5%-6,7% menjadi Rp 44.200 pada 2024 dari Rp 39.200 pada 2023. Hal ini sejalan dengan telah berlalunya siklus capex yang tinggi dan sebagian besar operator telekomunikasi mempertahankan atau menurunkan proyeksi capex 2023 mereka. Fakhrul merekapitulasi skenario industri telekomunikasi untuk tahun 2024-2025 seiring dengan kualitas jaringan yang lebih baik secara nasional. Pertama, adanya momentum pendapatan yang besar terutama dari arah divergensi harga dan payload data serta opex. Kedua, fixed broadband mungkin memainkan peran penting dalam meningkatkan efisiensi industri dan ARPU operator dengan fixed-mobile convergence (FMC) sebagai produk inti. Ketiga, data center (termasuk cloud dan edge-computing) dan serat optik akan menonjol untuk melengkapi jaringan berkualitas. Keempat, menara (termasuk menara monopole) dan satelit sebagai penerima manfaat utama dari siklus capex yang tinggi. Kelima, pemilihan presiden dan perilaku konsumtif yang menyertainya akan memberikan sentakan pada penggunaan data yang masif. Keenam, jaringan yang lebih padat dan lebih cepat dengan latensi yang lebih rendah akan terlihat dengan diperkenalkannya jaringan 5G. Ketujuh, lebih banyak insentif dari 700 MHz dan lelang spektrum 3,5 GHz. Dalam skenario 1-2 tahun ke depan, industri telekomunikasi diprediksi akan menunjukkan lanskap penetapan harga yang optimal, mengingat penyesuaian operasional dengan titik ekuilibrium. Artinya, harga data akan lebih rasional dan payload data yang masif kemungkinan akan bertahan. Trafik data diperkirakan tumbuh 7,1% dan harga data meningkat 2,3% menjadi Rp 3,47/Mb. Alhasil, pendapatan data kemungkinan tumbuh sebesar 9,7% pada 2023 dengan perkiraan CAGR pendapatan data 2022-2025 di 8,3%. Sejalan dengan itu, Fakhrul mengestimasi bahwa industri telekomunikasi akan mencatatkan margin EBITDA yang stabil di 51,2%-52,5% pada 2023-2024 dengan CAGR EBITDA sebesar 8% pada 2022-2025. Dalam riset tanggal 16 Mei 2023, Analis Samuel Sekuritas Jonathan Guyadi dan Brandon Boedhiman menilai, inisiatif FMC akan membantu mengurangi churn rate perusahaan telekomunikasi.
Baca Juga: Samuel Sekuritas Pertahankan Target IHSG di 7.600 Kedua analis ini berkaca pada apa yang terjadi di Eropa. Setelah peluncuran inisiatif FMC, churn rate pelanggan perusahaan telekomunikasi Eropa turun 14%-26% dalam 5-8 tahun. Sebagaimana diketahui, PT XL Axiata Tbk (
EXCL) mengumumkan rencana transformasi strukturalnya, yakni XL sebagai Serve Co dan PT Link Net Tbk (LINK) sebagai Fiber Co. Pelanggan fixed broadband LINK akan dimigrasikan ke EXCL sementara aset fiber EXCL akan diberikan ke
LINK untuk meningkatkan utilisasi yang mana transformasi diharapkan selesai pada akhir 2023. Tak ketinggalan, Telkomsel dan Indihome juga melakukan spin-off bisnis fixed broadband. Harapannya, spin-off ini dapat meningkatkan efisiensi capex dan memangkasnya menjadi 20%-22% dari pendapatan (historis: 25% dari pendapatan) sekaligus meningkatkan EBITDA dan pertumbuhan top line menjadi sekitar Rp 5 triliun pada 2027. Mengenai strategi harga FMC, Samuel Sekuritas memperkirakan bahwa persaingan di pasar FMC Indonesia akan relatif sama dengan di pasar seluler. Rendahnya penetrasi fiber dapat memicu perang harga yang mendorong calon pelanggan untuk mengambil keputusan pembelian dengan memprioritaskan harga. "Meskipun demikian, kami melihat inisiatif ini akan meningkatkan ARPU, terutama untuk operator di Indonesia karena mereka akan memiliki lebih banyak fleksibilitas untuk menyesuaikan harga paket FMC mereka," ucap kedua analis tersebut. Dalam riset tanggal 19 Mei 2023, Analis BRI Danareksa Sekuritas Niko Margaronis menyampaikan, perusahaan telekomunikasi akan menjadi pemrakarsa kunci dalam standardisasi FMC di pasar massal. Pengembangan Indihome oleh Telkomsel dan Linknet oleh grup Axiata adalah bukti transformasi sektor. Telkomsel merambah ke FMC dengan ORBIT, menjadikan perpindahan ke FMC sebagai perkembangan alami berikutnya bagi Telkomsel untuk mendapatkan kembali keuntungan dan mendorong ARPU.
XL juga menjalankan FMC yang kuat dengan mempromosikan 2-play dan 3-play dengan harga yang sangat kompetitif. Samuel Sekuritas merekomendasikan overweight untuk sektor telekomunikasi karena melihat potensi katalis positif dari efek trickle-down di semester 2 2023 dari pemilu serta persaingan yang lebih matang di industri ini. BCA Sekuritas juga merekomendasikan sektor telekomunikasi karena telah mulai membuahkan hasil dari skala leverage operasi yang tepat dan peningkatan profitabilitas. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi