Saham Teknologi dan Keuangan di Bursa Amerika Serikat Menguat



KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Bursa saham di Amerika Serikat (AS), khususnya dari sektor teknologi dan keuangan menguat pada Rabu (9/3). Indeks S&P 500 mencatatkan kenaikan persentase satu hari terbesar sejak Juni 2020.  Sementara Nasdaq mencatat kenaikan terbesar sejak Maret 2021.

Harga minyak global mencatat penurunan terbesar sejak awal pandemi hampir dua tahun lalu, setelah Uni Emirat Arab mengatakan anggota OPEC akan mendukung peningkatan produksi ke pasar karena gangguan pasokan yang disebabkan oleh sanksi yang dikenakan ke Rusia. 

Kenaikan tajam pada harga minyak dan komoditas lainnya telah memicu kekhawatiran akan adanya guncangan lebih lanjut terhadap kenaikan inflasi dan potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi.

"Saya pikir ini adalah reli oversold pada pendinginan komoditas. Saham telah dijual cukup agresif selama beberapa hari," kata Walter Todd, kepala investasi di Greenwood Capital dikutip dari Reuters, Kamis (10/3). 

Baca Juga: Taiwan: Jika Terjadi Perang dengan China, Semua akan Sengsara bahkan Pemenangnya

Dow Jones Industrial Average naik 653,61 poin, atau 2%, menjadi 33.286,25, S&P 500 naik 107,18 poin, atau 2,57%, menjadi 4.277,88 dan Nasdaq Composite menambahkan 460,00 poin, atau 3,59%, menjadi 13.255,55.

“Pasar sedang istirahat, berkonsolidasi dari tren penurunan yang telah membuat banyak saham benar-benar terpukul, terutama di sisi pertumbuhan pasar,” kata Anu Gaggar, ahli strategi investasi global untuk Commonwealth Financial Network.

Dalam perkembangan terakhir, Ukraina menuduh Rusia mengebom sebuah rumah sakit anak-anak di Mariupol yang terkepung selama gencatan senjata yang disepakati untuk memungkinkan warga sipil yang terperangkap di kota itu melarikan diri.

Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba dijadwalkan bertemu dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov di Turki pada Kamis.

Pasar saham telah berjuang karena kekhawatiran atas krisis Rusia-Ukraina yang memperdalam aksi jual yang awalnya dipicu oleh kekhawatiran atas imbal hasil obligasi yang lebih tinggi karena The Fed diperkirakan akan memperketat kebijakan moneter tahun ini untuk melawan inflasi.

Editor: Tendi Mahadi