Saham Teknologi Naik Tinggi di 2021, Begini Prospeknya untuk Tahun 2022



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham emiten berbasis teknologi menjadi primadona sepanjang 2021. Terbukti, emiten dengan return tertinggi menjadi jawara (top gainers) sepanjang tahun lalu. Saham-saham yang melesat hingga ribuan persen ini sebagian besar dimiliki oleh sejumlah konglomerat tanah air.

Di posisi pertama ada saham PT DCI Indonesia Tbk (DCII) yang sepanjang 2021 melejit hingga 10.370%. Ada nama besar Anthoni Salim, Bos Indofood, di tubuh saham yang bergerak di bidang penyediaan data centre ini. Anthoni merupakan pemegang saham DCII dengan kepemilikan sebesar 11%.

Di urutan kedua saham dengan kinerja terbaik dicatatkan oleh PT Allo Bank Tbk (BBHI), yang sepanjang tahun lalu melesat 4.386,66%. 


Ada nama besar Chairul Tanjung dalam BBHI. Chairul Tanjung melalui PT CT Corpora (CT Corp/CTC) ikut dalam rights issue yang digelar BBHI.

Saham emiten teknologi milik Grup Kresna juga berkinerja apik sepanjang tahun lalu. Saham PT Telefast Indonesia Tbk (TFAS) misalnya, naik 2.747,22%, saham PT Digital Mediatama Maxima Tbk (DMMX) naik 1.052,54%, dan saham PT NFC Indonesia Tbk (NFCX) naik 287,45% sepanjang tahun lalu.

Baca Juga: Mengintip Cuan Konglomerat di Bursa Saham Tahun Lalu

Tercatat, sektor IDX technology sepanjang tahun 2021 menguat 380,4%, jauh di atas return yang dihasilkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yaitu sebesar 10%.

Analis Fundamental B-Trade Raditya Krisna Pradana menilai, penyebab utama dari naiknya saham-saham teknologi sepanjang tahun lalu tidak terlepas dari sifat sektor teknologi dan digital yang merupakan bisnis relevan di masa pandemi Covid-19. Sehingga, menyebabkan emiten platform digital, fintech, penyedia jasa penyimpanan, penyedia jaringan mengalami peningkatan yang signifikan.

Selain itu, Raditya menilai, sentimen rencana IPO dari Gojek dan Tokopedia (GoTo) juga menjadi penyebab peningkatan sektor teknologi.

Untuk tahun ini, menurut Raditya, katalis positif saham sektor teknologi datang dari aksi akuisisi bank mini yang masih terus berlanjut, guna memenuhi aturan modal inti yang ditetapkan sebesar Rp 3 triliun pada akhir 2022. 

Meskipun terdapat katalis positif bagi sektor teknologi, terdapat pula katalis negatif bagi sektor teknologi pada tahun ini.

Katalis negatif datang dari rencana kenaikan suku bunga oleh Bank Sentral Amerika Serikat, yakni The Fed. Kondisi ini dinilai akan berdampak terhadap peningkatan suku bunga di Indonesia. 

Baca Juga: Prediksi IHSG Senin (10/1) Lanjut Mendaki, Ini Pilihan Saham untuk Trading

Peningkatan suku bunga oleh bank sentral menjadi katalis negatif bagi sektor teknologi, karena dapat meningkatkan biaya pinjaman.

“Bunga yang yang lebih tinggi dapat menekan performa keuangan sektor teknologi dan saham digital lainnya,” terang Raditya kepada Kontan.co.id, Minggu (10/1).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi