KONTAN.CO.ID - JAKARTA . Saham-saham sektor telekomunikasi punya prospek positif, sejalan dengan persaingan yang lebih sehat dibandingkan beberapa tahun lalu. Analis Maybank Sekuritas Etta Rusdiana mengatakan, saat ini, operator mulai menargetkan
average revenue per user (ARPU) yang lebih tinggi. Hal ini dilakukan dengan cara menawarkan harga per gigabyte (GB) yang lebih murah di nominal tinggi. Tekanan pada harga data pun terlihat mulai melandai. Di sisi lain, Etta menilai sebagian besar pelanggan di Indonesia masih sensitif terhadap harga. "Perbedaan kecepatan jaringan yang tidak signifikan membuat harga menjadi pertimbangan konsumen, terutama di segmen menengah-bawah," kata Etta saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (25/6).
Oleh sebab itu, Etta lebih melihat
churn rate (persentase pelanggan yang berhenti menggunakan layanan perusahaan) sebagai risiko karena nomor perdana masih dapat diperoleh dengan mudah dan murah. Menurutnya, perlu aturan dari pemerintah untuk mengendalikan
churn rate industri telekomunikasi.
Baca Juga: Penerbitan Obligasi Korporasi Masih Lesu Hingga Juni 2023 "Saat ini kami masih melihat kompetisi dalam kondisi yang normal, namun dinamika kompetisi dapat berubah sewaktu-waktu sejalan dengan kompetisi di pasar," tutur Etta. Selain kompetisi yang lebih sehat, pemilihan umum tahun 2024 juga akan menjadi katalis tambahan bagi sektor telekomunikasi. Kampanye politik dapat berdampak pada peningkatan trafik, terutama penyebaran video kampanye melalui aplikasi pesan. Akan tetapi, hal ini hanya bersifat sementara. Etta meyakini konten video hiburan menjadi katalis utama konsumsi data dalam jangka panjang. Ponsel pintar dan smart TV yang terjangkau menjadi kunci untuk pertumbuhan data yang berkelanjutan. Operator dapat memanfaatkan tren video streaming dengan pengembangan produk
fixed wireless broadband atau
fixed broadband. Katalis utama laba operator adalah dengan memperbaharui jaringan ke 4G dan penggunaan fiber optik.
Baca Juga: Simak Enam Saham Rekomendasi Indo Premier Sekuritas untuk Pekan Ini Selain itu, peningkatan utilisasi jaringan (terutama
fixed broadband) menjadi kunci untuk meningkatkan ARPU dan laba operator. Etta melihat,
fixed-mobile convergence (FMC) bakal menjadi tren ke depan dan operator telekomunikasi menjadi pionir pengembangan layanan ini. Lebih lanjut, operator yang meluncurkan
fixed broadband prabayar berpotensi untuk menjadi pemimpin pasar di segmen
fixed broadband. Pasalnya, masyarakat di Indonesia didominasi oleh sektor informal sehingga prabayar merupakan produk yang sesuai dengan daya beli, terbukti dari penetrasi seluler yang didominasi nomor prabayar. Pilihan teratas Maybank Sekuritas untuk saham sektor telekomunikasi adalah PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (
TLKM). Etta merekomendasikan
buy TLKM dengan target harga Rp 5.000 per saham. Ia juga memberikan rekomendasi
buy untuk PT Indosat Tbk (
ISAT) dan PT XL Axiata Tbk (
EXCL) dengan target harga masing-masing Rp 9.000 dan Rp 3.200 per saham.
Baca Juga: Banyak Libur Pekan Ini, Investor Cenderung Wait and See TLKM dianggap paling menarik karena merupakan operator dengan jaringan terbesar dan terintergasi di Indonesia. Penggabungan segmen retail di Telkomsel dalam FMC merupakan hal positif karena mengurangi kompetisi di level internal antara
fixed broadband dengan selular. Dengan begitu, Telkomsel dapat melakukan konfigurasi ulang dan meningkatkan kualitas jaringan, terutama di segmen
fixed broadband sehingga tetap kompetitif di pasar. Faktor lainnya yang membuat saham ini menarik adalah karena rutin membagikan dividen. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati