Saham Tertekan Karena Pasar Mencari Waktu Penurunan Suku Bunga dan Penguatan Dolar



KONTAN.CO.ID -  NEW YORK. Pasar saham dunia mengalami pelemahan pada akhir perdagangan Rabu, sementara nilai dolar Amerika Serikat (AS) juga melemah. Penyebabnya adalah beberapa investor yang mulai mempertimbangkan bahwa suku bunga akan tetap tinggi dalam jangka waktu yang lebih panjang, meskipun Federal Reserve mungkin telah menghentikan kenaikan suku bunga.

Imbal hasil di seluruh kurva Treasury cenderung menurun, terutama karena hasil lelang obligasi acuan bertenor 10 tahun melebihi perkiraan. Pandangan pasar juga cenderung mengarah ke keyakinan bahwa The Fed mungkin telah mengakhiri siklus kenaikan suku bunga.

Dolar telah pulih dari penurunan tajam minggu sebelumnya, seiring meningkatnya keyakinan bahwa The Fed telah mengakhiri kenaikan suku bunga. Namun, masih ada perdebatan apakah penurunan suku bunga akan segera terjadi, mengingat inflasi masih berada di atas target 2% yang ditetapkan oleh bank sentral AS.


Baca Juga: Dana Asing Mulai Masuk, Nilai Tukar Rupiah Makin Kokoh ke Rp 15.545 Per Dolar AS

Marvin Loh, seorang ahli strategi makro global senior di State Street di Boston, mengungkapkan, The Fed tidak perlu menaikkan suku bunga lagi, yang mungkin akan membuat masyarakat lebih optimis. "Namun, masih terlalu dini untuk mengatakan apakah kita akan mulai melakukan pemotongan suku bunga secara agresif," ucapnya seperti dikutip dari Reuters.

Pertanyaan yang timbul mengenai faktor-faktor yang mendorong kenaikan imbal hasil masih menjadi perhatian, mengacu pada reli obligasi yang meningkatkan imbal hasil obligasi 10-tahun di atas 5% dua minggu sebelumnya. Perlu diingat bahwa harga obligasi bergerak berlawanan arah dengan imbal hasilnya.

Chairman Federal Reserve, Jerome Powell, tidak memberikan komentar tentang kebijakan moneter atau prospek ekonomi dalam pidatonya pada konferensi statistik bank sentral AS hari Rabu. Investor semakin meyakini kemungkinan penurunan suku bunga The Fed tahun depan, meskipun waktunya masih belum pasti.

Pasar memperkirakan hampir 50% kemungkinan terjadinya penurunan suku bunga setidaknya sebesar 25 basis poin pada bulan Mei, menurut FedWatch Tool CME Group, naik dari sekitar 41% pada minggu sebelumnya. Namun, pasar berjangka juga memperkirakan suku bunga pinjaman semalam The Fed akan tetap di atas 5% hingga Juni mendatang.

Baca Juga: Emas Lebih Bersinar saat Aset Saham dan Surat Utang Terkoreksi di Bulan Oktober

Indeks saham dunia MSCI ditutup dengan sedikit perubahan, naik hanya 0,01 poin, setelah mengalami lonjakan mingguan terbesar dalam hampir satu tahun pekan sebelumnya. Di Eropa, indeks STOXX 600 naik sebesar 0,28%.

Di Wall Street, S&P 500 naik 0,10%, sementara Nasdaq Composite bertambah 0,08%, memperpanjang kenaikan mereka menjadi delapan dan sembilan sesi berturut-turut. Namun, Dow Jones Industrial Average turun 0,12%.

Rhys Williams, kepala strategi di Sprouting Rock Asset Management di Bryn Mawr, Pennsylvania, mengatakan, pasar benar bahwa suku bunga telah mencapai puncaknya. Namun, dia berpendapat bahwa penurunan suku bunga kemungkinan tidak akan terjadi segera karena The Fed telah bersikap tegas dalam menaikkan suku bunga untuk jangka waktu yang lebih lama.

Di Eropa, saham-saham naik, didorong oleh kenaikan saham-saham sektor kesehatan dan laporan pendapatan yang kuat. Para investor juga mengamati sejumlah data ekonomi dan komentar dari para gubernur bank sentral sebagai isyarat mengenai jalur kenaikan suku bunga Bank Sentral Eropa.

Data menunjukkan bahwa penjualan ritel zona euro sesuai dengan ekspektasi pada bulan September. Selain itu, survei lain menunjukkan bahwa konsumen zona euro telah meningkatkan ekspektasi inflasi mereka selama 12 bulan ke depan menjadi 4%.

Baca Juga: Wall Street Terangkat Saham Megacap Menjelang Keputusan Suku Bunga The Fed

Imbal hasil Treasury dua tahun, yang mencerminkan ekspektasi suku bunga, naik 2 basis poin menjadi 4,938%, sementara imbal hasil obligasi 10 tahun turun 6,2 basis poin menjadi sedikit di atas 4,50% - tingkat yang oleh beberapa orang dianggap sebagai titik terendah baru.

Indeks dolar turun 0,01% menjadi 105,51, setelah sebelumnya mengalami kenaikan selama tiga hari berturut-turut, sementara nilai euro menguat sebesar 0,07% menjadi $1,0707.

Mayoritas ahli strategi valas dalam jajak pendapat Reuters memperkirakan bahwa dolar akan tetap melemah hingga akhir tahun ini, seiring semakin kokohnya konsensus bahwa siklus pengetatan The Fed telah berakhir, yang juga menandakan puncak imbal hasil AS.

Indeks MSCI untuk saham Asia-Pasifik turun 0,3%, dan Nikkei 225 Jepang ditutup lebih rendah setelah Gubernur Bank of Japan, Kazuo Ueda, mengatakan kepada parlemen bahwa bank sentral tidak perlu menunggu sampai upah riil berubah menjadi positif sebelum mengeluarkan stimulus.

Di Hong Kong, Hang Seng mengalami pelemahan, dan indeks blue chips daratan juga turun 0,24%.

Di Tiongkok, pihak berwenang telah meminta Ping An Insurance Group untuk mengambil alih saham pengendali di Country Garden, pengembang properti swasta terbesar di negara tersebut. Namun, Juru bicara Ping An membantah informasi tersebut, menyatakan bahwa perusahaan mereka belum menerima tawaran dari pemerintah.

Baca Juga: Menakar Peluang Investment Market dalam Situasi Konflik Geopolitik

Harga minyak turun ke posisi terendah dalam lebih dari tiga bulan, yang disebabkan oleh kekhawatiran atas berkurangnya permintaan dari AS dan Tiongkok. Sementara itu, harga emas mengalami penurunan untuk sesi ketiga berturut-turut, karena imbal hasil Treasury jangka pendek meningkat sementara imbal hasil obligasi jangka panjang mengalami penurunan.

Harga minyak mentah berjangka Brent turun sebesar US$ 2,07 menjadi US$ 79,54 per barel, sedangkan harga minyak mentah AS turun US$ 2,04 menjadi menetap di US$ 75,33. Emas berjangka AS ditutup 0,8% lebih rendah pada US$ 1,957.80 per ounce.

Editor: Noverius Laoli