SINGAPURA. Kasus penipuan dan perdagangan saham tidak sah yang dilakukan broker UBS AG berbuntut panjang. Tak hanya merugikan UBS, kasus yang terjadi di London itu juga bisa menyeret perusahaan investasi milik Pemerintah Singapura Government of Singapore Investment Corp (GIC) dalam lubang kerugian. Sebagai investor terbesar UBS, GIC menghadapi kemungkinan kerugian mencapai US$ 7,4 miliar. Jumlah kerugian bisa meningkat, sebab menurut penghitungan Bloomberg, saat ini GIC juga memiliki sekitar US$ 500 juta nilai kerugian belum terealisasi atas saham Citigroup Inc. Nilai kerugian GIC terjadi seiring dengan ambruknya saham UBS ke level terendah dalam dua setengah tahun ini. Saham UBS rontok setelah dihempas kasus perdagangan saham tidak sah dengan nilai kerugian mencapai US$ 2,3 miliar. Selain itu, bank terbesar di Swiss ini juga harus rela kehilangan Chief Executive Officer (CEO) Oswald Gruebel yang mengundurkan diri pada Jumat (24/9) lalu.
Tahun ini, MSCI World menurunkan indeks finansial UBS sebesar 26%. Penurunan indeks ini menambah penurunan tahun sebelumnya yang sebesar 14%. Penurunan itu membuat saham UBS merosot 44% dibanding harga tertingginya pada Februari 2011 lalu. Dalam perdagangan di Bursa New York, Senin (26/9) lalu, saham UBS ditutup pada kisaran US$ 12,15 per saham. "Jika kita mempertimbangkan cakrawala yang panjang. Maka kejadian ini belum bisa dikatakan sebagai investasi gagal," kata Inderjit Singh, Anggota Parlemen Singapura dari Partai Aksi Rakyat. GIC mengelola lebih dari US$ 100 miliar dana investasi negara dan memiliki sekitar 6,4% saham UBS pada 31 Desember 2010. Lembaga investasi ini menjadi pemilik saham terbesar di UBS setelah mengonversikan 11 miliar franc utang obligasi menjadi kepemilikan saham. Dari nilai saham konversi tersebut, pada 23 September harganya melorot sehingga tinggal 8,7 miliar franc.