KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Seiring dengan kabar divestasi PT Vale Indonesia Tbk (
INCO), menurut data RTI dalam setahun belakangan harga saham perusahaan nikel ini merosot hingga 39,79% menjadi Rp 4.320 per saham. Meski demikian, menurut pengamat hal tersebut tidak akan berpengaruh pada harga saham yang akan didivestasikan INCO kepada Mind Id.
Direktur Avere Investama, Teguh Hidayat menyatakan harga saham di pasar tidak memengaruhi nilai perusahaannya sendiri.
“Entah itu saham INCO di pasar naik atau turun, maka nilai asetnya, laba bersihnya juga tetap. Di mana harga akuisisinya ditentukan oleh dua indikator tersebut,” ujarnya kepada
Kontan.co.id, Selasa (5/12).
Baca Juga: Divestasi Vale (INCO), Pemerintah Dorong MIND ID Jadi Pemegang Saham Mayoritas Menurut Teguh harga 14% saham yang akan didivestasikan INCO ke MIND ID akan berada di harga premium di mana di atas nilai buku atau
price book value (PBV).
Dia mengemukakan nilai buku INCO berada di
Rp 4.000 per saham. Normalnya harga akuisisi
akan di atas itu, sekitar 1.5 kalinya sehingga artinya Rp 6.000 per saham. “Harga segitu sudah cukup murah,” ujarnya.
Meski menurut analis harga tersebut wajar dan murah, menurut pemerintah tidak demikian.
Menteri BUMN, Erick Thohir meminta agar Va;le bisa mendiskon harga 14% saham yang akan dilepaskan.
“Ya negosiasi harga semurah-murahnya. (Jika premium) ya tidak bisa. Kalau itu kita
relinquish sebagian punya mereka (lahan) yang enggak sesuai dengan komitmen,” tegasnya.
Baca Juga: Ini Strategi Vale Indonesia (INCO) Pertahankan Kinerja di Tengah Lesunya Harga Nikel Menurut Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli negosiasi yang berjalan antara Mind Id dan Vale saat ini masih berjalan wajar.
“Itu biasa terjadi di dunia bisnis untuk
merger and acquisition (M&A) satu pihak menginginkan harga termurah dan pihak satunya lagi pasti ingin harga tinggi. Namun, secara bisnis hal ini dapat dicarikan solusinya yaitu dengan melakukan valuasi harga yang tepat,” ujarnya ketika dihubungi terpisah.
Di mana parameter yang akan digunakan dalam valuasi harus disepakati terlebih dahulu, seperti inflasi, harga jual, suku bunga, harga-harga bahan baku, cadangan, besaran belanja modal, dan lainnya.
Dalam proses ini dibutuhkan pihak analis, evaluator, ahli ekonomi dan appraisal yang mumpuni, sehingga perhitungan data untuk periode tertentu disepakati. Tentu saja pihak negosiator kedua belah pihak sangat mengerti akan hal ini.
“Yang berkembang di media saat ini adalah tekanan-tekanan dari kedua belah pihak dan ini memang gaya negosiasi yang dikembangkan dan itu wajar-wajar saja,” kata Rizal.
Baca Juga: Masih Hitung Valuasi, Pemerintah Ingin Harga Murah untuk 14% Saham Vale Indonesia Rizal menjelaskan divestasi tahap sekarang adalah untuk mencapai minimal 51% saham nasional di Vale. Bahkan, pemerintah menginginkan nantinya dengan divestasi ini saham MIND ID menjadi mayoritas dan menjadi pemegang saham pengendali di Vale Indonesia yaiiu dengan mengakuisisi 14% saham lagi.
Rizal menilai Vale merupakan perusahaan tambang yang menerapkan prinsip ESG secara baik dan benar serta konsisten. Dari sejumlah prestasi yang diraih tersebut, lanjutnya, tentu saja harus menjadi pertimbangan pemerintah dalam hal perpanjangan izin tambang.
“Kita sudah melihat banyak tambang yang beroperasi tidak patuh terhadap aturan lingkungan dan masih tetap beroperasi hingga saat ini. Sementara yang beroperasi dengan baik dan comply dengan semua aturan yang ada malah dipersulit perpanjangannya,” ujarnya.
Dia berharap jangan sampai paradox seperti ini terjadi di Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli