Saham Vale Indonesia (INCO) dalam Tren Melemah, Bagaimana Rekomendasi Sahamnya?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) menjadi salah satu saham perusahaan tambang logam yang berkinerja kurang prima sejak awal tahun alias secara year-to-date (YtD). Saham produsen nikel matte ini terpantau melemah 4,23% secara YtD dan melemah 6,85% dalam sebulan perdagangan.

Meski demikian, tim riset JP Morgan meniai, investor bisa memanfaatkan pelemahan jangka pendek ini untuk mengakumulasi saham INCO. JP Morgan sendiri menyematkan rating overweight terhadap saham INCO dengan target harga hingga Desember 2022 sebesar Rp 9.100.

Tim riset JP Morgan meyakini, pasar sudah memasang sikap priced in terhadap pelemahan harga saham INCO, namun ke depan prospek INCO didukung oleh potensi pertumbuhan pendapatan tambahan dari proyek di masa depan.


Dalam pertemuan terakhir dengan manajemen, JP Morgan menyebut sejumlah rencana bisnis dan kinerja INCO ke depan.

Baca Juga: Penjualan Bisa Naik Dobel Digit, Ini Rekomendasi Saham Mayora Indah (MYOR)

Pertama, semua tungku akan berfungsi seluruhnya dan tidak akan ada tungku yang berhenti operasi (downtime) hingga Desember 2025, sehingga produksi nikel matte INCO akan mencapai tingkat historis sekitar 70.000 ton mulai tahun ini hingga 2025.

Kedua, belanja modal  (capex) proyek smelter Bahodopi diperkirakan mencapai US$ 400 juta untuk segmen pertambangan dan US$ 2,2 miliar untuk Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF). Ketiga, fasilitas liquified natural gas (LNG) di Bahodopi akan sepenuhnya terikat pada RKEF dan tidak akan digunakan untuk menghasilkan pendapatan lain.

Keempat limonit yang diekstrak di tambang Pomalaa akan digunakan untuk High-Pressure Acid Leach (HPAL) sedangkan sekitar 6 juta ton saprolit yang ditambang di fasilitas ini akan dijual langsung ke pihak ketiga atau dapat digunakan oleh INCO  untuk proyek lain.

Prospek INCO juga ditunjang oleh penurunan  biaya tunai  pada tahun ini. JP Morgan menyebut, INCO beralih dari batubara ke High Sulphur Fuel Oil (HSFO)  mulai September 2022 dan terus menggunakan bahan bakar minyak hingga Februari 2023.

Hal ini akan mengurangi dampak ketergantungan pada tingginya harga batu bara yang tinggi.

Baca Juga: Begini Rekomendasi Saham Mitratel (MTEL) yang Agresif Akuisisi Menara dan Fiber Optik

Adapun Manajemen INCO disebut akan memantau harga batubara dan akan mempertimbangkan untuk beralih menggunakan kembali batubara mulai Maret 2023 dan seterusnya. 

“Fleksibilitas ini dapat membantu INCO memanfaatkan harga (batubara) yang lebih rendah, dan kami berekspektasi adanya normalisasi cash cost ke level US$ 10.500 per ton di 2023,” tulis tim riset JP Morgan, Senin (20/2).

 
INCO Chart by TradingView

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi