Saingi Amerika Serikat, Anggaran Infrastruktur China Capai US$ 2,3 Triliun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tak mau kalah dengan Amerika Serikat (AS), pemerintah China telah menyusun daftar ribuan proyek infrastruktur besar yang harus segera diselesaikan. Nilainya proyeksi mencapai triliunan dollar Amerika Serikat (AS).

Berdasarkan analisis Bloomberg, investasi yang direncanakan China mencapai 14,8 triliun yuan atau setara US$ 2,3 triliun pada tahun 2022. Nilai itu dua kali lipat lebih besar dari paket infrastruktur AS yang mencapai US$ 1,1 triliun pada 2021.

Asal tahu saja, sebagian besar pengeluaran infrastruktur AS ditujukan untuk transportasi, air, dan infrastruktur digital. Sementara di China, yang sudah memiliki lebih dari dua kali lipat rel kereta dengan kecepatan tinggi, serta jaringan jalan bebas hambatan terpanjang di dunia, memiliki komposisi konstruksi infrastruktur yang berbeda.


Di mana, hanya sekitar 30% dari anggaran proyek tersebut adalah untuk infrastruktur tradisional, seperti jalan dan kereta api. Lebih dari setengahnya diarahkan untuk mendukung industri manufaktur dan jasa seperti pabrik, kawasan industri, inkubator teknologi, dan bahkan taman hiburan.

“Sekarang China memiliki infrastruktur modern dasar, masuk akal untuk memfokuskan investasi pada manufaktur,” kata profesor di Kellogg School of Management di Northwestern University Nancy Qian dikutip dari Bloomberg, Jumat (8/4).

Baca Juga: Xi Jinping Puji Strategi Nol Covid di Tengah Lonjakan Kasus ke Rekor Tertinggi

Hal ini mencerminkan komitmen China untuk memastikan China mempertahankan dominasinya dalam pangsa pasar manufaktur global, bahkan ketika China bergeser ke bidang yang lebih maju seperti kendaraan listrik dan baterai, energi terbarukan, dan microchip.

Salah satu proyek garapan China adalah perluasan taman sains dan teknologi Zhongguancun Dongsheng senilai 2,2 miliar yuan untuk menampung generasi baru perusahaan rintisan teknologi.

Selain untuk menyerap banyak pekerja, pembangunan infrastruktur tersebut juga untuk untuk memastikan pemerintah pusat mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,5% yang ditetapkan untuk tahun ini.

Seperti diketahui, pasar saham China terpukul oleh tindakan keras regulasi terhadap perusahaan teknologi dengan platform internet dan guncangan di sektor properti secara besar-besaran. Indeks utama sudah anjlok 13,4% di tahun ini, tetapi subindeks yang melacak perusahaan terkait infrastruktur hanya turun 4,7%.

Pemerintah China kemudian memberikan stimulus untuk menopang perekonomian global, dengan mendorong impor China. Namun hal ini justru memperburuk inflasi komoditas pada saat banyak negara menghadapi kenaikan harga energi akibat invasi Rusia ke Ukraina.

Baca Juga: China Protes Keras Keputusan AS yang Mengirim Sistem Pertahanan Udara ke Taiwan

Dalam jangka panjang, proyek-proyek besar ini yang membutuhkan waktu tiga tahun hingga lima tahun untuk diselesaikan. Sebab dampak global telah mempengaruhi produksi pabrik - pabrik China karena pasokan terbatas dan harga ikut naik.

Dari segi lingkungan, China membebaskan persyaratan efisiensi energi untuk pengembangan proyek - proyek ini. Hal ini justru bertolak belakang dengan sebagian investasi baru pada energi terbarukan yang membatasi keluaran gas rumah kaca dalam jangka panjang.

Dorongan konstruksi merupakan perubahan arah bagi perekonomian China. Laju investasi infrastruktur telah turun secara bertahap selama dekade terakhir, dipandu oleh kebijakan yang diberlakukan oleh Beijing untuk mengekang tingkat utang yang tinggi.

Pertumbuhan tahun lalu hanya sebesar 0,4%, dibandingkan dengan hampir 20% setiap tahun satu dekade lalu. Mantan kepala ekonom Bank Dunia Justin Lin memperkirakan trennya akan berbalik.

“Jika Anda menggunakan kesempatan untuk berinvestasi di infrastruktur untuk mengurangi kemacetan, maka itu akan meningkatkan produktivitas dan dapat meningkatkan pendapatan pemerintah,” kata Lin.

Editor: Anna Suci Perwitasari