KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anak usaha PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN), Saka Energi Indonesia, masih berharap bisa ikut serta dalam pengelolaan Blok Sanga-Sanga yang akan habis kontrak pada 2018. Meskipun proposal perpanjangan kontrak yang pernah diajukan Saka telah ditolak pemerintah pada tahun ini. Pemerintah malah memberikan hak kelola pada PT Pertamina (Persero). Keputusan pemerintah ini tidak menyurutkan langkah Saka untuk tetap memiliki hak partisipasi di blok tersebut. Saat ini, Saka memang memiliki hak partisipasi 26,25% yang dibeli dari BP pada November 2016 atau kurang dari dua tahun sebelum kontrak Blok Sanga-Sanga habis. Namun, Direktur Utama Saka Energi Tumbur Parlindungan mengatakan, upaya Saka tersebut tidak dilakukan untuk meraup keuntungan pasca-pembelian saham dari BP tahun 2016 lalu.
Menurut Tumbur, upaya Saka untuk tetap ikut dalam kontrak Sanga-Sanga adalah murni untuk meningkatkan produksi. "Enggak benar. Saka sebagai operator bersama dengan Eni melalui VICO di Blok Sanga-Sanga berkomitmen untuk meningkatkan produksi seperti yang kami lakukan di H-1 (semester I) 2017," katanya, pekan ini. Makanya Tumbur menyerahkan keputusan terkait keinginan Saka masuk ke Blok Sanga-Sanga kepada pemerintah. "Mengenai keberlangsungan Sanga Sanga PSC, pemerintah tahu yang terbaik untuk Indonesia.
We just keep delivering beyond what we promise to our shareholder and our country (Kami hanya ingin memberikan lebih dari pada yang kami janjikan kepada pemegang saham kami dan negara kami)," imbuhnya. Sebelumnya, Tumbur juga menegaskan keputusan Saka membeli saham di Blok Sanga-Sanga tidak membawa kerugian bagi anak usaha PGN tersebut. Sebab semua risiko telah dihitung sebelum melakukan sebuah aksi korporasi tersebut. "Harga minyak naik. Paling tidak, itu keuntungannya," kata Tumbur, Kamis (19/1). Namun, Pengamat Ekonomi dan Energi Universitas Gajah Mada (UGM), Fahmy Radhi menilai, keputusan Saka untuk membeli saham BP di Blok Sanga-Sanga kala itu merupakan langkah yang salah. Pasalnya, Blok Sanga-Sanga malah diserahkan kepada pemerintah. Upaya Saka saat ini untuk tetap memiliki hak partisipasi di Blok Sanga-Sanga dianggap Fahmy hanya upaya Saka untuk tetap menjadi operator di blok tersebut. "Saya kira keputusan salah lantaran pemerintah sudah menyerahkan kepada Pertamina. Saya menduga keputusan itu merupakan siasat Saka Energi untuk tetap menjadi operator di Sanga-Sanga," ujar Fahmy.
Apalagi menurutnya, cadangan Blok Sanga-Sangan masih cukup besar. Inilah yang menurutnya menjadi alasan utama Saka memutuskan membeli saham di blok tersebut. "Keputusan Saka Energi untuk membeli saham Sanga-Sanga karena disamping potensi cadangan masih besar, Saka juga tetap ingin menjadi operator," katanya. Makanya Fahmy mengingatkan kepada Pertamina selaku operator Blok Sanga-Sanga jika akan berpatner dengan Saka melalui mekanisme
Business to Business (btob) agar menetapkan tiga syarat bagi Saka. Pertama, penyertaan yang diberikan kepada Saka Energi maksimal 49%, sehingga Pertamina pemegang saham mayoritas. Kedua, Saka Energi harus menyetor dana segar, baik untuk divestasi saham, maupun tambahan
capital expenditure dan
operating expenditure yang dibutuhkan secara proporsional. Syarat ketiga, Pertamina harus bertindak sebagai operator Sanga-Sanga sehingga Pertamina pengendali pengelolaan Sanga-Sanga. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini