Saksi ahli: Hakim keliru tangkap pendapat saya!



JAKARTA. Saksi ahli yang dihadirkan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam gugatan praperadilan Budi Gunawan, Bernard Arief Sidharta mengaku heran dengan vonis hakim Sarpin Rizaldi yang menggunakan pendapatnya sebagai dasar memberikan putusan. Apalagi, menurut Arief, hakim Sarpin salah menafsirkan penjelasannya soal penetapan tersangka yang dimasukkan sebagai objek praperadilan. Atas dasar itu, hakim Sarpin menolak eksepsi yang diajukan KPK.

"Saya heran, kenapa pendapat saya bisa dijadikan landasan. Padahal penetapan tersangka tidak mencakup praperadilan. Penjelasan saya ditangkap keliru," ujar Arief saat dihubungi, Senin (16/2).

Arief menjelaskan, saat itu dia ditanya, bagaimana jika terjadi penyalahgunaan kekuasaan dan kesewenang-wenangan oleh aparat hukum. Saat itu, menurut Arief, dia menjawab bisa mengajukan gugatan ke praperadilan jika terjadi kesewenang-wenangan oleh aparat hukum. Namun, menurutnya, praperadilan tetap mengacu kepada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, dan itu tidak termasuk penetapan tersangka.


"Kalau itu untuk yang menyangkut yang diatur di Pasal 77 KUHAP, bisa dipraperadilan. Itu kalau menyangkut penangkapan, penahanan, yang diatur di situ (Pasal 77 KUHAP)," ujar Arief.

Pernyataan Arief ini sekaligus mengklarifikasi pemberitaan yang dimuat sebelumnya. 

Dalam penjelasan selaku saksi ahli, Bernard Arief Sidharta memberikan penjelasan mengenai jika ada penyalahgunaan kekuasan. Penjelasan Arief menekankan kepada jika terjadi kesewenang-wenangan oleh aparat penegak hukum, dan penjelasan itu tidak merujuk kepada penetapan tersangka. Arief tetap berpendapat aturan tentang praperadilan merujuk pada Pasal 77 KUHAP.

Meski begitu, Arief mengaku tidak bisa memberikan pendapat mengenai putusan hakim yang menyatakan penetapan tersangka sebagai obyek praperadilan. Dia pun tidak bisa menjelaskan apakah KPK masih bisa melakukan langkah hukum dengan putusan ini. 

"Saya tidak terlalu yakin. Itu di luar keahlian saya," ucapnya.   

Sebelumnya, mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) Harifin Tumpa menilai hakim Sarpin Rizaldi sudah secara sepihak menyatakan penetapan tersangka sebagai obyek praperadilan. Padahal, kata Harifin, Pasal 77 dan Pasal 95 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sudah secara jelas menyebutkan bahwa penetapan tersangka bukanlah obyek praperadilan. 

"Hakim sudah memperluas kewenangan praperadilan. Dia menyatakan karena (penetapan tersangka) tidak diatur dalam KUHAP, maka hakim boleh memasukkannya (menjadi obyek praperadilan). Itu tidak benar," kata Harifin saat dihubungi, Senin (16/2).

Harifin menjelaskan, praperadilan diatur dalam Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dalam pasal tersebut, hanya ada enam hal dalam sebuah proses hukum yang dapat diajukan praperadilan, yaitu sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penyidikan, dan penuntutan. Selain itu, diatur pula mekanisme mengenai permintaan ganti rugi dan rehabilitasi nama baik. (Bayu Galih)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia