JAKARTA. Sidang kasus gugatan derivatif antara perusahaan eksportir dengan bank-bank asing di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan semakin menarik untuk dicermati. Hal ini tampak pada persidangan gugatan derivatif PT Fresh On Time Sea Food, terhadap The Hongkong and Shanghai Banking Corporation (HSBC) Limited, hari ini (16/7).Pada persidangan tadi, eksportir hasil laut yang berbasis di Bogor ini menghadirkan saksi ahli, pengamat ekonomi yang juga anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR Drajad Wibowo. Dalam kesaksiannya, mantan komisaris BNI ini meragukan adanya iktikad baik dari bank yang menawarkan transaksi derivatif. "Transaksi disusun sedemikian rupa sehingga tidak ada mekanisme exit bagi nasabah jika mengalami kerugian," ujar Drajad.Di sisi lain, lanjut Drajad, bank justru punya mekanisme jalan keluar jika menilai ada kerugian. "Ini kan tidak fair, bank berada dalam posisi yang diuntungkan, sementara nasabah tidak" ujar Drajad.Drajad juga melihat ada unsur kesengajaan untuk membuat missreading dengan memberikan penjelasan menggunakan Bahasa Inggris dalam kontrak perjanjian. Padahal, sesuai pasal 29 ayat 3 dan 4 UU no 10 tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, bank-bank wajib memberikan informasi mengenai kemungkinan risiko kerugian akibat transaksi yang dilakukan bank. "Dari situ saya lihat ada unsur kesengajaan, terutama informasi kerugian yang bisa ditanggung nasabah," ujarnya.Sekadar informasi, pasal tersebut berbunyi, untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan adanya transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Saksi Ahli: Transaksi Derivatif Tidak Fair
JAKARTA. Sidang kasus gugatan derivatif antara perusahaan eksportir dengan bank-bank asing di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan semakin menarik untuk dicermati. Hal ini tampak pada persidangan gugatan derivatif PT Fresh On Time Sea Food, terhadap The Hongkong and Shanghai Banking Corporation (HSBC) Limited, hari ini (16/7).Pada persidangan tadi, eksportir hasil laut yang berbasis di Bogor ini menghadirkan saksi ahli, pengamat ekonomi yang juga anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR Drajad Wibowo. Dalam kesaksiannya, mantan komisaris BNI ini meragukan adanya iktikad baik dari bank yang menawarkan transaksi derivatif. "Transaksi disusun sedemikian rupa sehingga tidak ada mekanisme exit bagi nasabah jika mengalami kerugian," ujar Drajad.Di sisi lain, lanjut Drajad, bank justru punya mekanisme jalan keluar jika menilai ada kerugian. "Ini kan tidak fair, bank berada dalam posisi yang diuntungkan, sementara nasabah tidak" ujar Drajad.Drajad juga melihat ada unsur kesengajaan untuk membuat missreading dengan memberikan penjelasan menggunakan Bahasa Inggris dalam kontrak perjanjian. Padahal, sesuai pasal 29 ayat 3 dan 4 UU no 10 tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, bank-bank wajib memberikan informasi mengenai kemungkinan risiko kerugian akibat transaksi yang dilakukan bank. "Dari situ saya lihat ada unsur kesengajaan, terutama informasi kerugian yang bisa ditanggung nasabah," ujarnya.Sekadar informasi, pasal tersebut berbunyi, untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan adanya transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News