MELBOURNE. Rio Tinto, kembali dirundung masalah. Untuk pertama kali, perusahaan yang mengandalkan produksi bijih besi ini mengalami kerugian US$ 3 miliar. Rio Tinto harus mendulang rugi karena menanggung kesalahan akuisisi grup pertambangan batubara asal Mozambik, dan Grup Alcan, produsen aluminium, senilai US$ 14,4 miliar pada tahun 2007. Akibatnya, beban operasional terus meningkat dan Presiden Direktur (CEO) yang bertanggung jawab saat itu, Tom Albanese, mundur bulan lalu.Kini, posisi puncak manajemen diisi oleh Sam Walsh, yang memimpin divisi bijih besi Rio Tinto selama 9 tahun. Bijih besi menyumbang 80% pendapatan perusahaan tambang terbesar ketiga di dunia. Walsh menyiapkan langkah strategis memangkas biaya operasional mendatang. "Kami bisa melakukan yang lebih baik dan akan memperbaiki kinerja perusahaan, bahkan lebih besar," kata Walsh. Dia juga berjanji akan meningkatkan margin bisnis, produktivitas dan melakukan pengelolaan modal lebih efisien.Langkah paling agresif, terbuka kemungkinan menjual aset yang tidak diperlukan. Dengan begitu, biaya operasional perusahaan bisa dipangkas US$ 5 miliar hingga akhir tahun 2014. Kini, investor menjadi penasaran bagaimana cara CEO baru tersebut bisa memenuhi tujuannya. Pasar kini bergantung pada Walsh yang dianggap sudah mengenal baik Rio Tinto. Di bawah kepemimpinannya, divisi bijih besi berjalan efisien dan menjadi anak emas Rio Tinto. Bahkan, Walsh sukses menghemat operasional dengan cara membangun conveyor otomatis yang mampu mengirimkan bijih besi dari situs tambang ke pusat pengolahan sejauh 1.500 kilometer. Ujungnya, saham Rio Tinto premium di pasar.Namun, pasar juga ingin tahu langkah Walsh terkait unit Pacific Aluminium dan divisi berlian Rio Tinto. Kedua blok ini tak kunjung laku terjual setelah dilelang selama setahun. Selain itu, investor mempertanyakan apakah Walsh mampu mengembangkan lini bisnis lain selain mengandalkan bijih besi. Kendati demikian, pergantian CEO Rio Tinto memberi angin segar baik di tengah derita kerugian perusahaan. Buktinya, di bursa Australia, saham Rio Tinto menyentuh level tertinggi selama setahun terakhir, menjadi A$ 72,3.
Salah akuisisi, Rio Tinto menderita rugi
MELBOURNE. Rio Tinto, kembali dirundung masalah. Untuk pertama kali, perusahaan yang mengandalkan produksi bijih besi ini mengalami kerugian US$ 3 miliar. Rio Tinto harus mendulang rugi karena menanggung kesalahan akuisisi grup pertambangan batubara asal Mozambik, dan Grup Alcan, produsen aluminium, senilai US$ 14,4 miliar pada tahun 2007. Akibatnya, beban operasional terus meningkat dan Presiden Direktur (CEO) yang bertanggung jawab saat itu, Tom Albanese, mundur bulan lalu.Kini, posisi puncak manajemen diisi oleh Sam Walsh, yang memimpin divisi bijih besi Rio Tinto selama 9 tahun. Bijih besi menyumbang 80% pendapatan perusahaan tambang terbesar ketiga di dunia. Walsh menyiapkan langkah strategis memangkas biaya operasional mendatang. "Kami bisa melakukan yang lebih baik dan akan memperbaiki kinerja perusahaan, bahkan lebih besar," kata Walsh. Dia juga berjanji akan meningkatkan margin bisnis, produktivitas dan melakukan pengelolaan modal lebih efisien.Langkah paling agresif, terbuka kemungkinan menjual aset yang tidak diperlukan. Dengan begitu, biaya operasional perusahaan bisa dipangkas US$ 5 miliar hingga akhir tahun 2014. Kini, investor menjadi penasaran bagaimana cara CEO baru tersebut bisa memenuhi tujuannya. Pasar kini bergantung pada Walsh yang dianggap sudah mengenal baik Rio Tinto. Di bawah kepemimpinannya, divisi bijih besi berjalan efisien dan menjadi anak emas Rio Tinto. Bahkan, Walsh sukses menghemat operasional dengan cara membangun conveyor otomatis yang mampu mengirimkan bijih besi dari situs tambang ke pusat pengolahan sejauh 1.500 kilometer. Ujungnya, saham Rio Tinto premium di pasar.Namun, pasar juga ingin tahu langkah Walsh terkait unit Pacific Aluminium dan divisi berlian Rio Tinto. Kedua blok ini tak kunjung laku terjual setelah dilelang selama setahun. Selain itu, investor mempertanyakan apakah Walsh mampu mengembangkan lini bisnis lain selain mengandalkan bijih besi. Kendati demikian, pergantian CEO Rio Tinto memberi angin segar baik di tengah derita kerugian perusahaan. Buktinya, di bursa Australia, saham Rio Tinto menyentuh level tertinggi selama setahun terakhir, menjadi A$ 72,3.