Salah investasi bikin gagal bayar



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah serangan digitalisasi industri keuangan,industri asuransi kita terantuk masalah. Tak tanggung-tanggung masalah menimpa Asuransi Jiwasraya. Asuransi BUMN itu menunda pembayaran polis asuransi yangdipasarkan melalui bank (bancassurance) yang jatuh tempo Oktober 2018.

Direktur Utama Jiwasraya Asmawi Syam mengatakan, saving planyang jatuh tempo dan tidak bisa dilunasi Jiwasraya saat ini berjumlah Rp 802 miliar. "Produk ini dijual lewat sejumlah bank, sebagai mitra distributor," terang Asmawi, Kamis (11/10).

Hexana Tri Sasongko, Direktur Investasi & TeknologiJiwasraya, menjelaskan, Jiwasraya tidak bisa mencairkan aset investasi di saham karena sedang turun dan tertekan kondisi gejolak pasar. "Sebagai BUMN,kami tidak bisa cut loss," terang Hexana.


Ada dugaan repo saham

Alasan Hexana ada benarnya. Tapi sumber KONTAN membisikkan,penyebab utama macetnya pembayaran itu akibat Jiwasraya tersangkut repurchaseagreement (repo) saham. Repo saham adalah kontrak jual-beli saham dengan janji membeli atau menjual kembali pada waktu dan harga yang telah ditetapkan. Selamaperiode repo, penjual memberikan bunga kepada pembeli.

Persoalannya, kata sumber tadi, dalam repo saham ini, sibandar yang menyediakan saham itu ogah membeli kembali. Hasilnya, Jiwasraya menelan kerugian. Sebab sebelum direpo, saham tersebut digoreng oleh parabandar.

Berdasar data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI),Jiwasraya memiliki saham PT PP Properti Tbk (PPRO). Pada 1 Januari 2018 bernilai Rp 1,03 triliun. Nilai saham itu tinggal Rp 556,7 miliar pada 10Oktober 2018. Artinya nilai saham PPRO milik Jiwasraya turun sekitar Rp 473,21miliar.

Jiwasraya juga memiliki saham PT Semen Baturaja Tbk (SMBR).Pada 1 Januari 2018, nilai SMBR milik Jiwasraya sekitar Rp 3,46 triliun. Nilai saham itu menjadi Rp 2,09 triliun pada 10 Oktober 2018 atau turun sekitar Rp1,37 triliun.

Pengamat asuransi sekaligus Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko & Asuransi (STIMRA) Jakarta Hotbonar Sinaga menilai, masalah yangmenimpa Jiwasraya lebih kepada kesalahan manajemen periode sebelumnya.Khususnya pada pengelolaan investasi. "Ada miss-investasi dari direksiterdahulu," kata dia, Jumat (12/10).

Direktur Utama Jiwasraya periode 2001–2008 Herris Simandjuntak membela diri. Herris menyebut masa baktinya di Jiwasraya selesai Januari 2008. Sementara produk saving plan dirilis pada 2013 lalu. "Jadi sudah kejauhan," kata dia kepada KONTAN, Jumat (12/10).

Ia mengklaim saat menjadi orang nomor satu di Jiwasraya,pihaknya sangat mementingkan penerapan governance, risk management andcompeliance (GRC). Sayang Hendrisman Rahim, Dirut Jiwasraya hingga Januari 2018 tidak menjawab panggilan telepon dan pesan singkat KONTAN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Narita Indrastiti