Salah sasaran, raskin dinikmati orang kaya



JAKARTA. Program beras miskin (raskin) tak tepat sasaran. Berdasarkan temuan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), dalam tiga tahun belakangan ini ternyata raskin  banyak dinikmati oleh masyarakat yang tidak berhak. 

Ketua Pokja Pengendali Klaster I Sekretariat TNP2K Sri Kusumastuti Rahayu mengatakan, tidak hanya dinikmati penduduk miskin atau kelas menengah, beras miskin bersubsidi ternyata juga dinikmati penduduk terkaya di Indonesia. TNP2K menghitung prosentase orang kaya yang menerima beras bersubsidi tersebut mencapai 12,5%.

TNP2K juga menemukan, penyaluran beras miskin tidak sesuai dengan yang telah ditentukan pemerintah pusat. Jika seharusnya setiap keluarga miskin menerima jatah 15 kilogram per bulan, ternyata yang terjadi selama ini rata- rata beras miskin yang diterima oleh masyarakat miskin di seluruh Indonesia hanya 5,75 kg per bulan.


Soal harga juga bermasalah, TNP2K menemukan rata-rata harga yang harus dibayarkan oleh masyarakat miskin untuk mendapatkan beras bersubsidi mencapai Rp 2.122 per kg. Padahal secara ketentuan, harga yang harus dibayarkan oleh masyarakat miskin untuk mendapatkan beras tersebut hanya Rp 1.600 per kg.

Raskin pertama kali digelontorkan pemerintah pada 1998 sebagai langkah darurat menghadapi dampak krisis moneter dengan nama Operasi Pasar Khusus (OPK). Setelah tahun itu, nama OPK berubah menjadi program raskin terutama dilakukan untuk mengurangi beban masyarakat miskin untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka. Dalam dua tahun terakhir terhitung sejak 2012, total anggaran yang digelontorkan oleh pemerintah untuk melaksanakan program ini mencapai sekitar Rp 60 triliun.

Soal program raskin ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu juga mengungkapkan bahwa besarnya anggaran yang digelontorkan tidak sebanding dengan hasil yang didapat. KPK mengatakan penyaluran raskin tidak memenuhi syarat tepat sasaran, tepat jumlah, tepat mutu, tepat waktu, tepat harga, dan tepat administrasi.

Oleh karena itulah pemerintah diminta menata ulang program tersebut. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa