Salah Satu Politeknik di Sumbar Terlibat Perdagangan Orang Modus Magang ke Jepang



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri membongkar tindak pidana perdagangan orang (TPPO) bermodus program magang ke Jepang.

Nyatanya, mahasiswa yang menjalani program tersebut malah menjadi buruh tanpa mendapatkan libur ketika sudah di Jepang.

Adapun aksi perdagangan orang ini dilakukan oleh salah satu politeknik yang terdaftar secara resmi di Sumatera Barat (Sumbar).


Dirtipidum Bareskrim Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro mengungkapkan, kasus ini terbongkar ketika dua korban TPPO berinisial ZA dan FY melapor ke KBRI Tokyo, Jepang.

Mereka bersama 9 mahasiswa lainnya dikirim oleh politeknik di Sumbar itu untuk magang di Jepang, tetapi ternyata malah dijadikan buruh.

Baca Juga: Perdagangan Orang Makin Mencemaskan

Para korban awalnya tertarik mengenyam pendidikan di politeknik tersebut lantaran tersangka berinisial G memaparkan keunggulan politeknik dengan memberangkatkan mereka magang ke Jepang.

G saat itu menjabat direktur di politeknik periode 2013-2018. Korban dinyatakan lulus untuk mengikuti program magang ke Jepang selama satu tahun pada tahun 2019, ketika direkturnya sudah berganti dan dijabat oleh EH.

Adapun EH turut ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian dalam kasus ini. "Selama 1 tahun magang korban melaksanakan pekerjaan bukan layaknya magang. Akan tetapi bekerja seperti buruh," ujar Djuhandani dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (27/6/2023).

Djuhandani lantas memaparkan sejumlah hal yang dialami para mahasiswa itu selama di Jepang. Menurut dia, para mahasiswa bekerja sebagai buruh selama 14 jam dari pukul 08.00 pagi sampai pukul 10.00 malam.

Mereka masuk selama 7 hari tanpa libur. Istirahat yang diberikan untuk makan pun hanya selama 10-15 menit. Korban tidak dibolehkan untuk beribadah. Korban mendapatkan upah sebesar 50.000 Yen atau Rp 5 juta per bulan.

Namun, korban diharuskan memberi dana kontribusi ke kampus sebesar 17.500 Yen atau Rp 2 juta per bulan. Kemudian, Djuhandani mengatakan, para korban diberangkatkan dengan menggunakan visa pelajar yang berlaku selama satu tahun.

Hanya saja, ketika masa berlaku visa sudah habis, pihak perusahaan memperpanjang visa menjadi visa kerja selama 6 bulan.

Baca Juga: Tahun 2023, PPATK Sampaikan Empat LHA Terkait TPPO Senilai Rp 442 Miliar

Korban yang mengetahui hal tersebut pun melapor ke politeknik yang memberangkatkannya. Bukannya membantu memulangkan mahasiswanya, pihak politeknik malah mengancam korban.

"Apabila kerja sama politeknik dengan pihak perusahaan Jepang rusak, maka korban akan di drop out (DO)," ujar uhandani.

Atas perbuatan para tersangka, mereka dijerat dengan Pasal 4 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda paling banyak Rp 600 juta.

Lalu, Pasal 11 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 600 juta.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Polisi Bongkar Perdagangan Orang Bermodus Magang ke Jepang tetapi Malah Jadi Buruh Tanpa Libur"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto