JAKARTA. Kejaksaan Agung kini tengah memburu aset milik Samadikun Hartono, terpidana kasus penyalahgunaan dana talangan dari Bank Indonesia atau BLBI. "Untuk Samadikun, ada (kewajiban ganti rugi) Rp 169 miliar. Orangnya kan sudah. Tinggal pelaksanaan eksekusinya saja," ujar Jaksa Agung Muhammad Prasetyo di Istana, Senin (25/4). Jika kerugian negara itu tidak mampu dibayarkan Samadikun, maka aset milik bos PT Modern Group itu akan disita.
Sejauh ini, kata Prasetyo, Samadikun diketahui memiliki aset tak hanya di dalam negeri tetapi juga perusahaan di luar negeri seperti di China dan Vietnam. Penyidik Kejaksaan Agung telah berkoordinasi dengan Samadikun soal aset-aset itu. Samadikun pun, kata Prasetyo, bersedia bekerja sama dengan penyidik untuk membayar kerugian yang ditimbulkan. "Kami sudah kerja sama dengan dia. Makanya malam itu kami bawa dia dulu ke Kejaksaan Agung untuk menyelesaikan masalah itu," ujar Prasetyo. "Dia katakan akan merundingkan dulu dengan keluarganya. Kebetulan ada anak di situ. Saya pun sudah memerintahkan Jampidsus untuk berbicara sekalian dengan anaknya agar segera tuntas," lanjut dia. Jika jumlah aset Samadikun yang disita tidak mencapai nilai Rp 169 miliar, Prasetyo memastikan bahwa akan menggantinya dengan hukuman badan. "Tapi enggaklah. Mungkin uang dia sekarang sudah lebih dari itu sih. Usaha dia itu ada di China dan Vietnam," ujar dia.
Samadikun Hartono terpidana kasus penyalahgunaan dana talangan dari Bank Indonesia atau BLBI yang menjadi buronan selama 13 tahun akhirnya dipulangkan ke tanah air setelah otoritas China menangkapnya di Shanghai. Samadikun divonis bersalah dalam kasus penyalahgunaan dana talangan dari Bank Indonesia atau BLBI senilai sekitar Rp 2,5 triliun yang digelontorkan ke Bank Modern menyusul krisis finansial 1998. Kerugian negara yang terjadi dalam kasus ini disebut sebesar Rp 169 miliar. Berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) tertanggal 28 Mei 2003, mantan Presiden Komisaris Bank PT Bank Modern Tbk itu dihukum empat tahun penjara. (Fabian Januarius Kuwado) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia