Sampai 2016, harga karet masih akan mengkeret



JAKARTA. Penurunan harga karet diperkirakan akan terus berlangsung hingga tahun depan. Saat ini harga karet bergerak di angka US$ 1,24 per kilogram (kg) ke US$ 1,25 per kg.

Harga tersebut jauh lebih rendah dibandingkan harga tertinggi karet pada tahun 2011 yang sempat menyentuh angka US$ 4 per kg - US$ 5 per kg. Pelemahan harga karet di pasar internasional membuat harga karet ditingkat petani merosot tajam di kisaran Rp 5.000 - Rp 6.000 per kg.

Penasihat Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Daud Husni Bastari mengatakan penurunan harga karet tak terlepas dari pelemahan ekonomi dunia yang juga menimpa negara-negara maju. Akibatnya, pembelian karet dari negara-negara besar seperti China, Amerika Serikat dan Eropa mengalami penurunan. "Jadi penurunan harga karet ini merupakan kombinasi dari permintaan yang rendah dan pelemahan ekonomi global," ujar Daud kepada KONTAN, Selasa (6/10).


Ia mengatakan sejak beberapa bulan terakhir, permintaan terhadap karet tidak meningkat. Meskipun pasokan karet global mulai menurun akibat banyaknya petani karet yang beralih kerja dan menebang pohon karet digantikan tanaman lainnya, tapi harga karet tetap tinggi karena menurunnya permintaan. Di sisi lain, China juga saat ini melakukan perang kurs mata uang yang membuat negara-negara berkembang seperti Indonesia turut mengalami dampaknya.

Mantan Ketua Umum Gapkindo ini memprediksi penurunan harga karet akan terus berlangsung sampai tahun 2016 kecuali ada lompatan pertumbuhan ekonomi di China, AS dan Eropa yang merupakan pengguna terbanyak karet alam untuk kebutuhan ban kendaraan dan pembangunan lainnya. Selain itu, pemasok utama karet di ASEAN juga turut bertambah selain Indonesia, Thailand dan Malaysia, ada Laos, Kamboja, Vietnam dan Myanmar yang sudah menanam karet pada tahun 2007 dan 2008 saat harga karet mulai mengalami kenaikan.

Di sisi lain, penurunan harga karet seharusnya juga diikuti dengan penurunan harga ban. Namun sampai sekarang, tandas Daud, ban tidak mengalami penurunan harga. Padahal sudah seharusnya penurunan harga karet mendorong penurunan harga ban. Ia mengatakan dengan kondisi seperti ini, maka para produsen ban mengeruk keuntungan yang tinggi. Apalagi sekitar 25% kandungan ban berasal dari karet alam.

Ketua Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI) Aziz Pane mengatakan harga ban tetap tinggi kendati harga karet turun karena mahalnya biaya bahan baku pembentuk ban akibat penguatan dollar AS. Apalagi saat ini permintaan terhadap ban juga turun. "Kalau untung saja kita sudah bersyukur," ujarnya.

Ia mengatakan susah memprediksi harga karet akan naik karena kondisi perekonomian global juga tidak menentu. Sementara semua harga bahan baku pembuat ban terus meningkat akibat penguatan rupiah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto