Sampai kapan asing keluar dari bursa?



JAKARTA. Komposisi kepemilikan efek dari investor asing dan lokal tahun ini menujukkan tren yang berbeda dengan tahun lalu. Dari data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) per 21 Juli 2017 menunjukkan kepemilikan lokal kini lebih besar daripada asing.

Riska Afriani analis OSO Sekuritas menyatakan pada tahun lalu, asing melakukan nett sell dan membuat domestik mengalami panic selling. Sehingga prosentase perbandingan komposisi tidak berubah. "Tapi berbeda dengan yang sekarang, asing net sell, tapi domestiknya net buy," kata Riska kepada KONTAN, Kamis (3/8).

Jadi menurutnya ini yang membuat harga saham masih cukup bertahan 5700-5800. Bahkan kemarin pada Mei, kondisi yang sama mencatatkan rekor baru. Rekor baru itu pada level 5.800-5.900 ketika asing masih nett sell. "Nah, ketika itu kan berarti domestik masih cukup optimistis terhadap pergerakan saham kita," lanjutnya.


Dia mengatakan hal itu juga semata-mata pengaruh The Fed yang ingin menaikkan suku bunga. Sehingga, adanya nett sell asing bukan karena Indonesia jelek. Pada Juni terdapat keputusan The Fed menaikan suku bunga. Ternyata jadi menaikkan suku bunga untuk kedua kali tahun ini. "Jadinya, di sini juga ada kecenderungan untuk asing melakukan nett sell, ini hal wajar," ujarnya.

Tahun ini, perilaku pasar domestik memang berbeda. Menurutnya, domestik masih mencermati apiknya kinerja kuartal I-2017. Sehingga membuat domestik percaya terhadap pasar Indonesia. Misalnya saja, saham-saham big caps yang memiliki pertumbuhan luar biasa. Baik dari sektor perbankan maupun lainnya.

Dia menyatakan, saat ini kalangan menengah banyak menyimpan dananya di bank. Ada kecenderungan orang untuk membelanjakan sehingga menurunkan daya beli masyarakat. Hal ini direspon oleh pasar, sehingga membuat harga saham terus menurun. "Sebenarnya ini hanya sesaat, sampai akhir tahun, potensinya masih menarik," terangnya.

Dia memprediksi, asing akan kembali masuk lagi ke Indonesia pada akhir kurtal III dan menjelang kuartal IV. Sekitar bulan Oktober November. Pasalnya, asing bukan hanya mencermati laporan keuangan emiten, namun juga data GDP Indonesia, serta defisit APBN yang masih melebar.

Menurutnya, potensi asing masuk kembali ke Indonesia juga besar lantaran mendapat peringkat Standard and Poors. Namun sayangnya, hal itu belum direspon oleh pasar. "Asing saat ini lebih merespon The Fed dan kebijakan Donald Trump," tambahnya.

Selain itu, dia melihat indeks Downjones, S&P dan Nasdaq saat ini valuasinya sudah cukup tinggi. Sehingga ada kecenderungan investor asing mencari saham yang valuasinya lebih murah. "Mereka melihat saham Indonesia yang likuid. Ini juga jadi kecenderungan asing masuk ke pasar saham kita," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia