KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak dunia berada dalam tren menanjak, sementara nilai tukar rupiah belum lepas dari sentimen global yang mengintai. Keduanya terus bergerak dan mempengaruhi baik ekonomi dalam negeri maupun APBN. Pemerintah menyatakan bahwa untuk APBN, pergerakan dari keduanya tidak berdampak buruk. Direktur Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Kementerian Keuangan (Kemkeu) Kunta Nugraha mengatakan, tren harga minyak dan nilai tukar rupiah saat ini justru mendatangkan keuntungan. “Baik harga minyak maupun nilai tukar akan menambah pendapatan negara dan belanja negara. Dampaknya positif ke APBN, maksudnya defisit akan turun,” ucap Kunta kepada Kontan.co.id, Minggu (13/5).
Ia menyebutkan, kenaikan ICP akan menaikkan penerimaan pajak penghasilan (PPh) migas dan penerimaan bukan pajak (PNBP). Namun, di satu sisi juga akan meningkatkan subsidi energi. Meski demikian, sejauh ini, melihat sensitivitasnya, ia melihat bahwa dampaknya lebih menguntungkan. Sementara, ketika rupiah melemah, penerimaan sumber daya alam (SDA) meningkat. Hal itu karena penjualan sumber daya alam di pasar internasional menggunakan dollar AS. Dus, penerimaan SDA meningkat. Di sisi lain pelemahan nilai tukar rupiah juga dapat memperbesar belanja. Beban pembiayaan naik lantaran bunga utang ada yang pakai dollar AS. Namun, ia yakin, anggaran belanja masih bisa tertutupi kenaikan penerimaan. “Kita menambah pendapatan dari SDA migas. Belanja bertambah di subsidi dan Dana Bagi Hasil (DBH),” ucap Kunta. Ekonom INDEF Bhima Yudhistira mengatakan, keuntungan dari commodity boom sekaligus pelemahan nilai tukar rupiah akan dongkrak ekspor migas, batubara dan tambang lainnya. Jadi, akan ada kenaikan penerimaan Negara baik PPh, PNBP, bea keluar, dan lain sebagainya dari sektor ekstraktif. Namun, di sisi yang lain, belanja khususnya belanja subsidi energi yang dipatok Rp 94,5 triliun dalam APBN pasti melebar.