Sampoerna Agro (SGRO) optimistis volume penjualan lebih tinggi di semester II-2020



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) meyakini pasar sawit dan minyak sawit (CPO) di paruh kedua tahun ini semakin membaik. Harga komoditas di dalam negeri, yang menjadi segmen utama bisnis perseroan, juga sudah mulai membaik.

Menurut Michael Kesuma, Head of Investor Relations SGRO beberapa minggu ini harga minyak sawit sudah mencapai level Rp 8.000 per kilogram (kg), dimana sebelumnya sempat berada di kisaran Rp 7.500 per kg. Tren harga cukup fluktuatif, namun perseroan optimistis pasar semakin menguat.

Baca Juga: Meski untung saat rupiah melemah, Sampoerna Agro (SGRO) berharap nilai tukar stabil


"Kami harapkan di kuartal ketiga ini volume bisa naik, semoga bisa antisipasi kenaikan permintaan," ujar Michael kepada Kontan.co.id, Selasa kemarin (21/7). Alhasil volume penjualan dan produksi di paruh kedua tahun ini diprediksi akan lebih tinggi ketimbang semester sebelumnya.

Sayangnya perseroan tak membagikan detil perbandingan kenaikan tersebut, yang jelas Michael bilang volume penjualan di semester pertama diperkirakan turun dibandingkan semester kedua tahun 2019. Adapun manajemen sebelumnya sempat mengatakan bahwa volume produksi kebun inti tahun ini dipatok naik 5% dibandingkan tahun lalu.

Mengulik laporan keuangan kuartal-I 2020, perseroan membukukan penjualan Rp 903,88 miliar. Jumlah ini naik 19,36% dibandingkan penjualan tiga bulan pertama 2019 yang sebesar Rp 757,25 miliar.

Secara rinci, penjualan minyak sawit tumbuh 17% secara tahunan menjadi Rp 765,75 miliar. Kemudian, penjualan inti sawit naik 18% year on year (yoy) menjadi Rp 93,47 miliar.

Bahkan, penjualan kecambah meningkat 60% yoy ke Rp 15,64 miliar dan penjualan lainnya melesat 83% yoy menjadi Rp 29,01 miliar. Yang tergolong ke dalam produk lainnya adalah sagu, karet, tandan buah segar (TBS), produk inti sawit, RBDPO, dan listrik.

Baca Juga: Permintaan CPO diperkirakan membaik pada semester II 2020, ini sebabnya

Pasar dalam negeri adalah fokus perseroan, Michael bilang, hal ini disebabkan oleh pertimbangan bahwa kebutuhan CPO lokal akan semakin meningkat setiap tahunnya. Bahkan mengenai wacana kewajiban pasokan dalam negeri (DMO), manajemen merasa tak keberatan.

Perseroan yang menyasar utama pasar lokal ini sebenarnya sempat menggarap pasar luar negeri alias ekspor. Menurut, Michael keputusan menjual ke pasar lokal ini sudah dijalankan sekitar 10 tahun terakhir. Soal harga, ada anggapan bahwa harga di tingkat domestik tidak sebaik di pasar global namun menurut Michael, ada kalanya di pasar domestik harga lebih baik ketimbang harga ekspor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .