KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Penerbitan surat berharga negara (SBN) berdenominasi valas masih menjadi andalan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan utang. Rencananya, pemerintah bakal menerbitkan satu SBN valas lagi pada semester kedua tahun ini. "Semester dua rencananya kami akan menerbitkan
samurai bond dalam denominasi yen Jepang," terang Luky Alfirman, Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemkeu) kepada KONTAN, Senin (13/7).
Baca Juga: Pemerintah akan terbitkan SBN neto semester II-2020 sebesar Rp 742,7 triliun Jika terealisasi maka penerbitan
samurai bond tersebut menjadi penerbitan kedua yang dilakukan pemerintah pada tahun ini. Sebab pada 3 Juli lalu, pemerintah juga telah saja menerbitkan
samurai bond sebesar JPY 100 miliar yang terdiri dari lima seri. Kelimanya, yakni RIJPY0723, RIJPY0725, RIJPY0727, RIJPY0730, dan RIJPY0740. Luky menambahkan, pembiayaan pada semester kedua ini, masih mengandalkan strategi oportunistik, fleksibel, dan
prudent. Langkah ini, diambil dalam kondisi pandemi korona yang diliputi ketidakpastian dan volatilitas. Selain itu, pemerintah juga masih akan terus melihat perkembangan pasar keuangan global serta kebutuhan pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Sebab itu, Kemkeu masih merahasiakan besaran penerbitan
samurai bond tersebut.
Baca Juga: Wow! Penjualan ORI017 mencatatkan rekor penjualan online terbesar Sementara itu, sepanjang semester I-2020, pemerintah telah menerbitkan tiga SBN valas yang terdiri dari dua SBN konvensional dan satu surat berharga syariah negara (SBSN) alias sukuk. Totalnya, mencapai US$ 9,9 miliar.
Pertama, obligasi global
dual currency berdenominasi dollar Amerika Serikat (AS) dan euro sebesar masing-masing US$ 2 miliar dan € 1 miliar.
Kedua, obligasi berdenominasi dollar AS dengan total nominal sebesar US$ 4,3 miliar. Ketiga, sukuk global sebesar US$ 2,5 miliar, termasuk
green sukuk. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, untuk saat ini peminat obligasi pemerintah relatif masih cukup tinggi, kendati imbal hasil (
yield) SBN tercatat masih menurun. "
Yield untuk SBN bertenor 10 tahun sedikit mengalami penurunan menjadi 7,3%," ujar Bhima kepada KONTAN.
Khusus
global bond lebih banyak diminati oleh investor asing berkaitan dengan pembayaran bunga berbentuk valas, sehingga risiko kurs tidak sebesar denominasi mata uang lokal. Faktor lain yang membuat minat investor untuk memegang
global bond cukup tinggi, adalah karena adanya penurunan risiko
default. "
Credit Default Swap (CDS) utang pemerintah Indonesia cenderung menurun dari puncak 239,1 pada 30 Maret 2020 menjadi 125,7 per 13 Juli 2020," tambah Bhima. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adinda Ade Mustami