Sancaya Rini sukses produksi batik berwarna alami (1)



Dalam industri batik nasional, nama Sancaya Rini mungkin belum setinggi langit. Namun kiprahnya dalam industri tekstil ini cukup mendapat sorotan. Pasalnya, kain batik yang diproduksinya menggunakan bahan baku ramah lingkungan. Jenis batik ini ternyata digemari kalangan menengah ke atas dan kaum ekspatriat. Siapa tak kenal kain batik? Tak hanya di Indonesia, nama batik sudah membahana hingga dunia internasional. Pamor batik semakin menanjak setelah tahun lalu UNESCO mengakui batik diakui sebagai bagian budaya dunia dari Indonesia. Sejatinya, batik bukanlah nama sejenis kain. Batik adalah proses atau cara pembuatan bahan pakaian. Dalam proses pembuatan batik, ada tahap pewarnaan yang menggunakan malam. Kain dibatik juga menggunakan motof-motif dengan pakem tertentu.Lambat laun orang menyerhanakannya dengan menyebut kain yang dibatik dengan motif tertentu dengan sebutan kain batik. Umumnya setiap daerah, seperti di Pulau Jawa, memiliki motif batik masing-masing.Meski kain batik merupakan warisan nenek moyang, bukan berarti tak ada perkembangan. Salah satu warisan budaya ini telah tersentuh modernisasi. Anda tentu pernah mendengar istilah kontemporer. Ini adalah sebutan untuk batik yang motifnya bergaya moderen atau lepas dari motif pakem.Nah, salah seorang yang menekuni batik kontemporer adalah Sancaya Rini. Di bawah bendera usaha Creative Kanawida yang berlokasi di Pamulang, Tangerang, Banten, Rini membuat aneka motif batik kontemporer.Berbeda dari kebanyakan produk batik kontemporer, Rini membuat batik dengan menggunakan bahan pewarna alami dengan waran-warana yang alami pula. Pewarna alami tersebut terbuat dari berbagai bagian tumbuhan, seperti kulit, daging buah, dan daun. Beberapa bahan yang digunakan seperti kulit jengkol, kulit rambutan, kulit mangga, buah alpukat dan buah manggis. "Saya bisa menggunakan tumbuhan apapun karena saya suka coba-coba," akunya. Rini memiliki kemampuan membuat bahan pewarna batik berkat ilmu singkat yang dia peroleh di Museum Batik di Tanah Abang, Jakarta Pusat tahun 2005. Di museum inilah dia belajar membatik. Selebihnya keterampilan dikembangkan sendiri oleh Rini dengan cara terus mempraktikkannya.Cara membuat pewarna alam, tutur Rini, sangat mudah. Bagian tumbuhan berupa daging buah, kulit, atau daun yang sudah kering atau busuk direbus dengan air. Air rebusan tadi lalu didiamkan minimal semalam. Hasil saringan rebusan itulah yang kemudian dijadikan sebagai pewarna alam.Ciri utama warna alam adalah warnanya tak terlampau mencolok. Tak akan ada selembar pun kain batik yang dibuat dengan pewarna alami mempunyai warna yang benar-benar mirip dengan kain batik lainnya. Maklum, tiap pengolahan warna akan menghasilkan warna berbeda. Kekhasan lain batiknya, Rini juga menggunakan bahan kain untuk dibatik dari berbagai serat. Antara lain serat nanas, rami dan sutera.Berbada dengan pewarna alami, Rini tidak membuat sendiri kain-kain tersebut. Dia menggandeng perajin dari beberapa daerah sebagai pemasok kain.Untuk mengerjakan batik kontemporer ini, Rini mempekerjakan enam karyawan yang dia latih. Rini sendiri masih memegang peranan dalam penciptaan warna alam dan motif. Saudara kandung dan anaknya yang menimba ilmu di Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (ITB) juga kerap menyumbangkan motif.Rini mengatakan, selama enam bulan terakhir ini, Creative Kanawida membuat tema motif "under water". Ini adalah motif yang terinspirasi dari flora maupun fauna yang hidup di dasar laut. Misalnya motif bintang laut dan plankton. Dengan motif unik dan warna alam terbatas hanya pada warna cokelat, merah tua, biru dan hijau, batik Creative Kanawida mampu menyuguhkan produk kain batik yang berbeda.Produk yang berbeda tersebut justru mampu menjerat pasar premium dan kaum ekspatriat. Secara konsinyasi, produk ini dijual di Alun Alun Grand Indonesia, Jakarta Pusat. Salah satu gerai di pusat perbelanjaan Sarinah, Jakarta Pusat juga menjualnya. "November besok akan hadir di The Living World Alam Sutera, Serpong," kata Rini. (Bersambung) ?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Tri Adi