JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menahan satu orang anggota keluarga dinasti “Rau” Banten, Ratu Atut Choisiyah, Jumat kemarin (20/12). Penahanan Atut itu hanya berselang sekitar 78 hari pasca KPK menahan Tubagus Chaery Wardhana alias Wawan pada 3 Oktober lalu. Penahanan orang nomor satu di provinsi Banten itu juga berselang sekitar 42 hari sejak wafatnya (alm) Hikmat Tomet, Anggota DPR fraksi Partai Golkar yang juga suami Ratu Atut pada 9 November silam. Ratu Atut, yang merupakan kakak kandung Wawan, harus mengikuti jejak sang adik yang terlebih dulu mendekam di “hotel prodeo”. Oleh KPK, gubernur aktif Provinsi Banten itu diduga terlibat dalam kasus dugaan suap penanganan perkara Pilkada Kabupaten Lebak, Banten di Mahkamah Konstitusi (MK). Penahanan Atut di hari Jumat keramat kemarin, usai penyidik KPK melakukan pemeriksaan perdana terhadap sang gubernur pasca ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap di MK. Kemarin, Atut tiba di gedung KPK sekitar pukul 10.05 WIB dengan mengenakan baju motif bunga-bunga berwarna coklat dibalut jilbab hitam dan sepatu bermererk New Balance. Atut datang bersama dengan Ketua Tim pengacara, Firman Wijaya, Istri Firman Wijaya, dan kerabatnya. Atut diperiksa penyidik KPK selama hampir tujuh jam. Usai diperiksa, tepat pukul 17.00 WIB, Atut pun keluar dari ruang pemeriksaan dengan wajah lesu, kelopak mata merah, tanpa bersuara, dan memakai rompi khas tahanan KPK berwarna oranye. Putri tertua Tubagus Chasan Sochib (alm) atau yang akrab disapa Haji Hasan itu akan menjalani masa penahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Pondok Bambu, Jakarta Timur untuk 20 hari pertama. Ditahan di sel ukuran 4x6 meter Akbar Hadi, Humas Direktorat Jenderal Lembaga Pemasyarakatan, menyebutkan, dalam 20 hari ke depan, Ratu Atut akan mendekam di Rutan Pondok Bambu bersama 15 tahanan lainnya. "Satu kamar dengan 15 tahanan kasus tindak pidana umum seperti pencurian, penipuan dan sebagainya," kata Akbar. Datangnya Atut pun menambah sesak ruang sempit berukuran 4X6 meter itu, 16 manusia harus tidur berjejer dengan fasilitas yang seadanya. "Yang hanya ada tempat tidur saja, setelah seminggu baru dipindahkan ke blok lain," kata Akbar. Penahanan Ratu Atut oleh KPK terbilang begitu cepat. Sebelumnya, Atut secara resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Selasa (17/12) terkait kasus tersebut. "Telah ditemukan lebih dari 2 alat bukti untuk tetapkan atau meningkatkan status dari penyelidikan ke penyidikan. Dari bukti, KPK secara solid dan utuh memutuskan meningkatkan, menetapkan, Atut Chosiyah, Gubernur Banten, selaku tersangka dalam pemberian berkaitan dengan sengketa pilkada Kabupaten Lebak Banten," kata Ketua KPK, Abraham Samad. Samad mengungkapkan, pada Kamis (12/12/2013) pekan lalu bahwa KPK telah melaksanakan ekspose secara luas antara pimpinan KPK, penyidik, dan satgas. "Dalam ekspose yang dilakukan tanggal 12 Desember, hari Kamis, telah disepakati dengan berbagai bentangan alat bukti dari penyidik dan satgas," katanya. Bukan hanya terlibat kasus suap Pilkada Lebak Banten, Ratu Atut juga diduga terlibat korupsi pengadaan alat kesehatan kedokteran umum di puskesmas Kota Tangerang Selatan, Banten, tahun anggaran 2012. “Dalam kasus alat kesehatan Banten dalam ekspose 12 Desember 2013 lalu, untuk sementara sudah disepakati yang bersangkutan (Ratu Atut) ditetapkan sebagai tersangka. Namun, masih perlu direkonstruksikan perbuatan-perbuatan serta pasal-pasalnya dalam surat perintah penyidikan (sprindik) yang akan menyusul kemudian,” imbuh Samad. Ketika diminta keterangan lebih lanjut mengenai status sementara Atut sebagai tersangka dalam kasus ini, Samad hanya menjawab singkat. "Mengenai kasus alkes Banten, kami belum tetapkan pasalnya secara resmi, kami akan menahan diri untuk menyampaikannya secara resmi," tuturnya. Pengadaan alat kesehatan di Provinsi Banten diduga memang dikendalikan oleh keluarga Atut. Adik Atut, Tubagus Chaeri Wardana (TCW) alias Wawan, telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengadaan alat kesehatan di Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Wawan adalah suami dari Wali Kota Tangsel Airin Rachmi Diany. Selain Wawan, KPK juga menetapkan Dadang Priatna (DP) dari PT Mikindo Adiguna Pratama (MAP) dan Mamak Jamaksari (MJ) sebagai pejabat pembuat komitmen sebagai tersangka. Ketiganya diduga melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUH Pidana UU Nomor 31 tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 tahun 2001. Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, di hari yang sama, KPK melakukan penggeledahan di kediaman Ratu Atut di Banten. Tim penyidik KPK bergerak ke rumah Atut sekitar pukul 05.00 WIB. Dari hasil penggeledahan itulah, oleh KPK, Atut disangkakan melanggar pasal Pasal 6 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Atut diduga bersama Wawan memberikan suap kepada mantan Ketua MK Akil Mochtar melalui pengacara Susi Tur Andayani. Penyuapan tersebut diduga berkaitan dengan gugatan hasil Pilkada Lebak yang diajukan pasangan calon bupati dan wakil bupati dari Partai Golkar, Amir Hamzah dan Kasmin Bin Saelan. Alasan penahanan Atut Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi mengatakan, institusinya melakukan penahanan terhadap Politisi Partai Golkar tersebut dengan alasan subjektif dan objektif yang merupakan kewenangan penyidik KPK. Alasan subjektif ungkap Johan, yakni penahanan Atut dilakukan karena dikhawatirkan Atut dapat memperngaruhi saksi-saksi. Selain itu, dikhawatirkan pula Atut dapat menghilangkan barang bukti terkait penyidikan kasus. Penahanan juga dilakukan karena dikhawatirkan Atut dapat melarikan diri. "Sedangkan alasan objektif, seseorang yang disangkakan terkait dengan tindak pidana yang hukumannya di atas lima tahun, bisa dilakukan penahanan," ungkap Johan kepada wartawan di Kantor KPK, Jakarta, Jumat (20/12). Abraham Samad menambahkan, dalam prosedur operasional KPK, setiap orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka pasti akan dilakukan penahanan sebelum memasuki proses persidangan. Menurut Samad, penahanan terhadap Atut bisa dilakukan jika kelengkapan berkas telah melampaui 50%. "Bahwa kemudian ada alasan lain berkas perkara sudah di atas 50%, bisa saja sebagai alasan tambahan," ungkap Samad. Namun, alasan pimpinak KPK itu dibantah oleh Juru Bicara Keluarga Ratu Atut, Fitron Nur Ikhsan. Dia menyangkal dugaan Atut mempengaruhi pihak yang akan diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus yang menjerat Atut. “Saksi-saksi yang dipanggil KPK itu orang-orang dekat Ibu, seperti ajudan, dan sekretaris pribadi. Jadi, bagaimana cara mempengaruhinya karena mereka selama ini bersama dengan Ibu,” kata Fitron di Jakarta, Sabtu (21/12). Dia juga membantah dugaan yang menyebutkan Atut berupaya menghilangkan alat bukti. "Alat bukti apa yang harus dihilangkan Ibu? Mau menghilangkan barang bukti itu prosesnya, Dari awal, tidak ada kepentinganya Ibu untuk menghilangkan alat bukti. Karena itu, Ibu selalu kooperatif dengan KPK agar pihak penyidik dapat keterangan seluas-luasnya dari Ibu,” lanjut Fitron. Fitron pun membantah Atut terlibat dalam kasus dugaan suap sengketa pilkada Lebak maupun dugaan korupsi alat kesehatan di Provinisi Banten. Untuk kasus pilkada Lebak, menurut Fitron, Atut tidak punya kepentingan apapun terkait hasil perolehan suara yang memenangkan pasangan Iti Octavia Jayabaya dan Ade Sumardi tersebut. “Kalau mau bantu di Lebak, tentu Ibu akan membantu proses ketika kampanye, tapi sejauh ini proses kampanye tidak membantu. Jadi, logikanya sangat tidak mungkin dan Ibu selalu jelaskan itu kepada keluarga,” katanya. Kecurigaan penahanan Atut Karena itu, Fitron mengatakan, saat ini yang dirasakan keluarga Atut adalah semangat KPK untuk menahan Atut cukup tinggi. Cepatnya proses penahanan Atut ini menimbulkan kecurigaan pihak keluarga. “Saya tidak perlu bicara apa kecurigaannya,” ucap Fitron. Nada kecurigaan juga disampaikan kolega Atut di Partai Golkar. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan DPP Partai Golkar Indra Jaya Piliang, mengendus ada serangan politik dengan memanfaatkan momentum penetapan Ratu Atut Chosiyah sebagai tersangka suap penanganan sengketa Pemilu Kada Lebak di MK. "Kita mengawal, mengikuti prosesnya. Saya kan sebagai orang partai (Golkar) perlu melihat ini lebih dekat untuk merasakan suasannya," kata Indra di halaman kantor KPK, Jumat, beberapa jam sebelum Ratu Atut ditahan. Menurut dia, Golkar mengendus adanya serangan yang dilakukan partai lain. Dia menyebut, partai itu memanfaatkan kasus ini untuk kepentingan politik mereka. "Ya ada partai lain lah, kelihatan, kelihatan sekali mereka ingin (menjatuhkan). Misalnya desakan Atut untuk memundurkan diri, padahal dari mereka juga tidak meminta Hambit Bintih untuk mundur sebagai Bupati Gunung Mas," ujarnya. Pernyataan senada diungkapkan Juru Bicara Partai Golkar Hajriyanto Y Thohari. Dia menyatakan, pihaknya tidak ingin membanding-bandingkan kasus Ratu Atut, yang juga menjabat Ketua DPP Golkar dengan kasus korupsi yang dihadapi kader partai politik (Parpol) lain. Dia bilang, ada seorang politisi yang sudah lama ditetapkan tersangka namun tidak ditahan juga oleh KPK. "Berkenaan dengan kenyataan ada banyak tersangka lain dari parpol-parpol lain yang tidak kunjung diperiksa lagi dan ditahan oleh KPK. Partai Golkar tidak akan membanding-bandingkannya," kata Hajriyanto, Sabtu (21/12). Jika benar demikian, lantas pihak mana yang dicurigai memanfaatkan momentum penahanan Atut? Entahlah. Semuanya masih samar-samar. Toh, meski Atut sudah berstatus tahanan KPK, baik Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi maupun Presiden SBY belum menonaktifkan orang nomor satu di Banten tersebut. Saat Atut masih berstatus tersangka, Gamawan sudah menegaskan, Ratu Atut akan dinonaktifkan jika status hukumya sudah menjadi terdakwa. "Kalau di Undang-Undang mengatakan, sebagai tersangka itu belum dinonaktifkan, tapi begitu sebagai terdakwa maka penetapan terdakwa itu nomor registrasinya menjadi rujukan penonaktifan," kata Gamawan di Gedung DPR, Rabu, (18/12). Mendagri juga menjelaskan, bahwa tugas Gubernur akan dijalankan oleh wakil gubernur jika nantinya sudah keluar keputusan hukum yang sah. "Kita menunggu penetapan terdakwa, karena pemerintah bekerja berdasarkan UU. Setelah ditetapkan terdakwa, Kemendagri akan segera menonaktifkan. Kemudian, wakil gubernur yang akan melaksanakan tugas gubernur sampai ada keputusan tetap, baru yang bersangkutan jabatannya ditetapkan mundur definitif," ujar Gamawan. Gamawan menambahkan, setelah ditetapkan sebagai tersangka, Ratu Atut akan segera membuat surat pelimpahan tugas tertentunya kepada Wakil Gubernur Banten, Rano Karno. Hal itu, menurut Gamawan, merupakan hasil yang diterima oleh Tim Kementerian Dalam Negeri saat turun ke Banten, Jumat (20/12). "Bu Atut akan segera membuat surat pelimpahan tugas tertentu kepada wagub, itu input yang diterima tim Kemendagri dari Banten tadi," ujar Gamawan. Selain itu, kata Mendagri, Atut juga sudah membuat surat pengembalian mandat kepada Presiden SBY untuk pelantikan Wali Kota Tangerang. Karena itu, Gamawan pun akan segera meminta pentunjuk SBY, siapa pejabat yang akan ditunjuk untuk melantik Wali Kota Tangerang sudah tertunda pelantikannya beberapa kali. "Saya akan segera minta petunjuk bapak Presiden siapa yang beliau tunjuk melantik nanti," tuturnya. Gubernur Banten kedua yang terlibat korupsi Dengan penahanan Atut oleh KPK, praktis ini adalah kali kedua seorang gubernur Banten harus berurusan dengan para penegak hukum korupsi. Masih ingat gubernur Provinsi Banten yang kedua, setelah masa jabatan Hakamudin Djamal sebagai Penjabat gubernur pertama berakhir (2000-2002)? Ya, Gubernur Banten yang kedua adalah (alm) Djoko Munandar. Senasib dengan Atut, Djoko harus berurusan dengan KPK atas tuduhan korupsi dana perumahan DPRD Banten 2001-2004. Atas dugaan korupsi itu pula, Presiden SBY mengumumkan pemberhentian sementara Djoko dari jabatannya sebagai Gubernur Banten lewat Keputusan Presiden No 169/M/2005 tertanggal 10 Oktober 2005. Djoko didakwa memperkaya anggota DPRD Banten dan merugikan keuangan negara Rp 14 miliar. Politikus Partai Persatuan Pembangunan ini divonis bersalah dan dihukum 2 tahun penjara serta denda Rp 100 juta oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Serang, 21 Desember 2005. Pemberhentian sementara Djoko jadi titik awal kekuasaan Wakil Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah di Banten. Atut langsung dilantik jadi Pelaksana Tugas Gubernur Banten. Mirisnya, saat menggantikan tugas-tugas Djoko Munandar sebagai gubernur, Atut sempat berjanji untuk terus melanjutkan program yang baik, termasuk pemberantasan korupsi. ”Saya akan mendukung kelancaran penanganan kasus korupsi di Banten. Siapa pun yang terbukti melakukan penyelewengan, akan kami serahkan kepada penegak hukum,” katanya ketika itu. Toh, seperti kata pepatah, lidah memang tak bertulang. Niat Atut turut memberantas korupsi di Banten, justru berbalik 180 derajat. Boro-boro memberantas, ia justru terjerat dugaan korupsi. Mirisnya lagi, KPK tak akan berhenti hanya sampai penahanan Atut. Lembaga anti rasuah itu masih akan terus mendalami setiap laporan yang masuk terkait kasus-kasus korupsi lain di Provinsi Banten. "Bahwa apakah ada kasus-kasus selain alkes Banten, tim KPK masih terus dalami setiap laporan yang masuk ke KPK berkaitan dengan kasus-kasus korupsi di Provinsi Banten," kata Samad saat jumpa wartawan di Kantor KPK, Jakarta, Selasa (17/12). Bahkan, Samad juga mengatakan, KPK membuka peluang seluas-luasnya ketika ditanyai wartawan apakah keluarga Atut lainnya dapat terlibat dalam kasus yang juga menjerat politisi Partai Golkar tersebut. "Seperti tadi yang saya katakan, kasus ini masih dimungkinkan, terbentang luas untuk pendalaman-pendalaman dan penelusuran lebih jauh. Silakan ikuti saja kasus ini," ujarnya. Yuk, kita ikuti terus perkembangan kasus dugaan korupsi yang melibatkan dinasti Rau.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Sang Ratu akhirnya menghuni Rutan Pondok Bambu
Oleh: Dikky Setiawan
Adinda Ade Mustami
Ferry Hidayat
Adinda Ade Mustami
Ferry Hidayat
Sabtu, 21 Desember 2013 18:51 WIB