Sanksi AS mengerek harga aluminium



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sanksi pembekuan bisnis yang diberlakukan Amerika Serikat (AS) kepada jaringan bisnis aluminium milik miliarder Rusia Oleg Deripaska membawa angin segar bagi industri aluminium. Kemarin, harga aluminium kontrak pengiriman tiga bulanan di London Metal Exchange melejit 4% menjadi US$ 2.124 per metrik ton.

Kondisi ini dipicu oleh kekhawatiran pasokan aluminium dunia berkurang lantaran Rusia merupakan eksportir aluminium terbesar nomor dua setelah China. "Ini merupakan reaksi panic buying investor," kata Andri Hardianto, analis PT Asia Tradepoint Futures, Senin (9/4).

Asal tahu saja, selama ini, kontribusi aluminium Rusia mencapai 7% pada pasar global. Jika sanksi yang dilakukan Negeri Paman Sam benar-benar diterapkan, bukan tidak mungkin pasokan aluminium dunia bakal terganggu.


Padahal, tanpa adanya sanksi AS ini, harga aluminium juga tengah dirudung sentimen positif dari China dan Jepang. Dalam waktu yang bersamaan, stok aluminium di bursa Shanghai tercatat turun dari 2,231 juta ton menjadi 2,227 juta ton per 4 April lalu. Kemudian permintaan logam industri tersebut dari Jepang untuk tahun fiskal 2017 juga tercatat naik sebesar 0,3%.

Namun Andri memperkirakan, penguatan harga ini tak akan berlangsung lama. Setelah pasar benar-benar mencerna sanksi yang diberikan AS ke Negeri Beruang Merah itu, maka investor tidak lagi panik berburu aluminium. "Tapi kalau sanksi benar-benar terjadi, penguatan akan berlanjut sampai kuartal II, bahkan bisa berlangsung hingga awal semester II-2018," tandasnya.

Selain harga aluminium yang kembali meroket, pemberikan sanksi tersebut juga membuat saham United Company Rusal Plc yang diperdagangkan di bursa saham Hong Kong terjun bebas. Pada penutupan perdagangan kemarin, saham salah satu perusahaan aluminium terbesar dunia ini ambruk 50,43% ke level HK$ 2,30 per saham.

Diketahui bahwa United Company merupakan satu dari 12 perusahaan Rusia yang dianggap AS terlibat dalam kegiatan memfitnah di seluruh dunia.

 Permintaan naik

 Potensi pasokan aluminium yang berkurang datang bersamaan dengan kenaikan permintaan dari Asia. Andri menjelaskan, perkembangan sektor infrastruktur di Asia diperkirakan bisa menyerapkan pasokan aluminium asal China.

Meski Negeri Tirai Bambu itu sulit menembus pasar AS, tetapi permintaan dari negara lain masih cukup tinggi. Selain itu, permintaan juga datang dari sektor otomotif yang terus meningkat. "Pekan ini, aluminium masih berada dalam tren positif," timpalnya.

Hal ini membuat Andri memprediksi harga aluminium hari ini ada dalam rentang US$ 2.020–US$ 2.120 per metrik ton. Kemudian untuk sepekan berikutnya, bisa bertengger di rentang US$ 2.000–US$ 2.170 per metrik ton.

Secara teknikal, harga aluminium berada di di bawah garis moving average (MA) 50 yang mengindikasikan terjadi pelemahan. Tetapi, harga juga telah berada di atas MA 100 dan MA 200 yang menunjukkan ada potensi penguatan. Namun, sinyal koreksi masih diperlihatkan indikator relative strength index (RSI) di level 41,2.

Serupa, indikator stochastic ada dalam level 33,2 dan indikator moving average convegence divergence (MACD) di area negatif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati