Sanksi bagi pemasar KTA tanpa etika



JAKARTA. Industri perbankan menyambut baik rencana Bank Indonesia (BI) mengatur ulang bisnis kredit tanpa agunan (KTA). Lewat pengetatan ini, citra perbankan di mata publik semakin baik. Selain itu pengelola bank semakin hati-hati menyalurkan kredit berisiko tinggi itu.

Sigit Pramono, Ketua Umum Persatuan Bank Bank Umum Nasional (Perbanas) mengatakan, sepak terjang bank memasarkan KTA lewat layanan SMS sudah meresahkan. Kendati BI sudah melarang, belakangan ini marketing perbankan kembali menyerbu masyarakat dengan tawaran KTA via SMS.

Agar efektif, Perbanas menyarankan BI memberikan peringatan dan menghukum bank yang menawarkan KTA dengan cara tidak etis. "Seperti apa sanksinya, biar BI saja yang mengatur," ungkap Sigit, Kamis (11/8).


Jika tak segera dibenahi, citra perbankan bisa menurun. Efek buruknya tidak berhenti di situ. Lantaran terlalu agresif jualan KTA, bank alpa menjalankan prinsip kehati-hatian. Proses seleksi debitur yang lemah bisa mengakibatkan kenaikan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL).

Asosiasi bankir juga berbenah diri. Perbanas menghimbau para anggotanya tidak menawarkan KTA dengan cara pendekatan hardselling. "Yang melakukan itu bank-bank asing," ujarnya.

Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA), Jahja Setiadjmaja, menyarankan, perbankan menawarkan KTA melalui surat kabar, radio atau media komunikasi lain. Kalaupun mengerahkan tenaga marketing, bank perlu mengorganisir mereka dan menanamkan etika menjaring debitur. "Sekarang SMS penawaran KTA bisa bertub-tubi dalam sehari," tuturnya.

Mansyur S Nasution, EVP Coordinator Consumer Finance Bank Mandiri, mengungkapkan, pihaknya selalu menghormati aturan BI sepanjang pro-pasar dan menghormati konsumen. "Di bisnis KTA, kami fokus menggarap mitra dan pekerja yang perusahaannya menjadi nasabah kami," katanya.

Peran debt collector

Namun, soal cara penagihan kredit macet KTA, perbankan menginginkan tetap ada jasa pihak ketiga atau debt collector. Penagih utang ini bukan cuma menekan NPL, juga meringankan biaya. "Karena banyak hal yang tidak bisa dikerjakan sendiri," tutur Sigit.

BI memang akan mengatur bisnis KTA yang tumbuh pesat. Kepala Biro Pengembangan dan Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Aribowo, mengatakan, ada beberapa hal yang sedang didiskusikan. Pertama, siapa yang bisa mendapatkan KTA dan syarat pendapatan nasabah yang berhak mendapat KTA.

Kedua, tatacara pemasaran dan penagihan KTA. Selama ini, BI tak mengatur pemasaran KTA, sehingga bank memakai jasa pihak ketiga.BI juga belum memastikan siapa penagih KTA berstatus macet Bentuk pengaturannya akan merujuk pada aturan alihdaya yang kini sedang proses finalisasi.

Jika Peraturan BI (PBI) nanti menyebutkan penagihan kredit macet bagian dari kegiatan inti bank, perbankan haram memakai jasa pihak ketiga.

"Bentuknya dan kapan diluncurkan masih belum jelas," kata Aribowo. Saat ini, pencairan terbesar KTA berasal dari kartu kredit, dengan cara menaikkan plafon kredit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie