Sanksi kebijakan DMO batubara berlaku Juli, pebisnis ketar-ketir



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memajukan batas sanksi bagi produsen batubara yang tidak memenuhi ketentuan kewajiban pasokan untuk kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/DMO) minimal 25% dari produksi.

Dalam surat Menteri ESDM Ignasius Jonan, yang dikeluarkan tanggal 8 Juni 2018, pelaksanaan DMO akan dievalusi pada akhir bulan ini. Dimana, pemenuhan DMO 25% juga akan dievaluasi tiap bulan.

Jika, realisasi produksi hingga akhir Juni belum terealisasi, maka pemerintah akan dikenakan sanksi pengurangan tingkat produksi 2018 yang telah disetujui dalam rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB).


Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan ketentuan DMO yang akan dievaluasi akhir bulan ini sulit dipenuhi. Selain karena waktu pemberitahuan yang mendadak, mekanisme transfer kuota pun belum jelas.

"Itu sulit. Banyak hal yang perlu diatur, antara lain mekanisne transfer kuota. Tadi sempat kumpulkan anggota, intinya minta pemerintah untuk bisa tinjau kembali," kata Hendra kepada Kontan.co.id, Kamis (28/6).

Dia menyatakan perusahaan sebenarnya memiliki komitmen untuk memenuhi kebutuhan domestik. Namun, kemampuan setiap perusahaan berbeda-beda.

Hal tersebut terkait dengan spesifikasi batubara yang dimiliki. Selain itu, PT PLN (Persero) sebagian konsumen utama batubara dalam negeri sudah memiliki kontrak jangka panjang.

Menurutnya, ketentuan yang ditetapkan pemerintah dalam surat tersebut berbeda dengan Keputusan Menteri ESDM No. 23 K/30/MEM/2018. Dalam beleid tersebut, tidak disebutkan bahwa evaluasi bisa dilakukan di pertengahan tahun. Sanksi berupa pemotongan besaran produksi dalam RKAB baru diberlakukan untuk tahun depan.

"Di Kepmen ESDM 23 itu kan dilihat pemenuhan DMO per tahun. Tapi melalui surat ini semester I/2018 akan dievaluasi akhir Juni. Jalan keluar melalui transfer kuota pun harus jelas dulu," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi