Sanksi menanti pelaku penyalahgunaan data pelanggan prabayar



KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Proses registrasi prabayar pelanggan telekomunikasi sudah selesai sejak akhir Februari lalu dan kini memasuki periode pemblokiran bertahap. Tapi proses ini menyisakan masalah yang pelik, registrasi fiktif akibat kebocoran data masyarakat. "Jumlah registrasi fiktif ini cukup banyak,"bisik seorang sumber KONTAN, Rabu (28/2). Sejatinya ada beberapa kemungkinan lubang penyalahgunaan data pelanggan prabayar.

Kemungkinan pertama, operator. Jika Anda memiliki lebih dari tiga nomor prabayar, harus mendatangi gerai operator untuk mendaftar. Ini sudah terasa Masyarakat melaporkan data mereka dipakai untuk nomor orang lain. Seperti salah satu pelanggan Indosat Ooredoo yang bercicit melalui Twitter, Kartu Keluarga (KK) dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) miliknya dipakai oleh lebih dari 50 nomor.

Kemungkinan lubang kedua,  distributor atau pedagang kartu perdana, yang selama ini menganut sistem "beli-buang". Maklum, masyarakat lebih menyukai membeli kartu perdana karena menjanjikan bonus berlimpah. Baik kuota internet maupun SMS/telepon. Distributor dan pedagang ini beberapa waktu lalu protes ke Kominfo dan meminta agar bisa ikut menjadi pihak yang mendaftarkan kartu prabayar masyarakat. Tri Indonesia juga mengalami kasus yang serupa, yakni  adaa penggunaaan data pribadi pelanggan oleh pihak lain. 


Tri Indonesia juga mengalami kasus yang serupa, yakni   penggunaaan data pribadi pelanggan oleh pihak lain. Wakil Presiden Direktur Tri Indonesia Danny Buldansyah mengungkapkan, ada beberapa retailer yang memberikan laporan tersebut. "Kami tidak pernah mendukung dan mengusulkan praktik tersebut. Tapi memang ada satu-dua retailer kami yang melakukan hal tersebut dan itu sangat di luar kontrol kami," sebut Danny (Harian KONTAN, 5 Maret 2018).    

Alamsyah Saragih, Komisioner Ombudsman Republik ndonesia menegaskan, pelanggaran itu harus ditertibkan. "Kementerian Kominfo harus mengembalikan kepada aturan, dan operator harus menurut. Jika tidak, akan masuk kategori penyalahgunaan data pribadi, "tegasnya. 

Lalu apa sanksi untuk pihak yang menyalahgunakan data masyarakat? Kita memang belum memiliki UU Perlinduangan Data Pribadi. Namun UU  No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan menyebutkan, pihak yang menyebarluaskan data kependudukan cuma dihukum dua tahun penjara atau denda maksimal Rp 25 juta. Sedangkan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) belum memuat aturan perlindungan data pribadi secara khusus.

Tetapi, secara implisi Pasal 26 UU ITE menyatakan, data pribadi merupakan salah satu bagian dari hak pribadi seseorang. Bilamana terjadi cracking yang dapat berakibat hilang, berubah atau bocornya data yang berifat rahasia maupun data pribadi, UU ITE memberikan perlindungan hukum terhadap keamanan data elektronik tersebut dari pengaksesan ilegal. Setiap perbuatan melawan hukum dengan mengakses sistem elektronik untuk memperoleh informasi atau dokumen elektronik dengan cara melanggar sistem pengamanan bisa dianggap  tindak pidana, sesuai Pasal 46 jo Pasal 30 UU ITE. Perbuatan ini diancam dengan sanksi pidana penjara paling lama 6 sampai 8 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 600 juta sampai  Rp 800 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ahmad Febrian