Sapi bakalan lokal menjadi tumpuan



JAKARTA. Pengurangan kuota impor sapi dan daging sapi mendorong peternak lokal mengalihkan sumber bibit sapi. Mereka meningkatkan jumlah pembelian sapi lokal untuk memaksimalkan kapasitas kandang.

Salah satu perusahaan yang menambah pembelian sapi lokal adalah PT Citra Agro Buana Semesta. "Industri daging dalam negeri harus tetap berjalan, maka kita memaksimalkan sapi lokal," kata Yudi Guntara Noor, Komisaris Utama Citra Agro Buana kepada KONTAN, Kamis (23/2).

Citra Agro adalah perusahaan peternakan yang bergerak dalam pengadaan daging sapi segar. Selama ini Citra Agro banyak mengimpor sapi bakalan dari Australia untuk kebutuhan penggemukan di kandang feedlot. Untuk memenuhi kebutuhan sapi lokal, Citra Agro mendatangkan banyak bibit sapi dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.


Kandang penggemukan sapi lokal milik Citra Agro tersebar di Banjarnegara, Jawa Tengah; Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Malangbong, Jawa Barat.

Sementara lokasi kandang penggemukan sapi impor milik Citra Agro berada di Malangbong. Kandang sapi impor Citra Agro berkapasitas 36.000 ekor per tahun dan kandang sapi lokal 4.000 ekor.

Tak bisa bersaing

Menurut Yudi, sejak tiga bulan lalu impor sapi dari Australia tersendat sehingga produksi sapi impor perusahaan tidak maksimal. Dari kapasitas yang terpasang, tahun ini Citra Agro hanya dapat menjual maksimal 1.500 ekor sampai 2.000 ekor sapi per bulan. Padahal normalnya, penjualan perusahaan bisa mencapai 3.000 ekor-3.500 ekor per bulan.

Dengan rata-rata penjualan bulanan sebanyak itu, sampai akhir kuartal I-2012 proyeksi penjualan sapi Citra Agro mencapai 3.500 ekor. Jumlah itu lebih rendah daripada penjualan kuartal sebelumnya mencapai 9.000 ekor.

Citra Agro memasarkan sapi ini ke tujuh rumah potong hewan (RPH) di Tangerang, Bogor, Depok, Tasikmalaya, Priyangan Timur dan Bandung. Agar penjualan naik, perusahaan kemudian meningkatkan jumlah sapi lokal mencapai 2.000 ekor. Jumlah itu, menurut Yudi, tak pernah dilakukan perusahaannya.

Namun begitu, dia menambahkan, kualitas sapi lokal masih kalah dibandingkan dengan kualitas sapi impor. Pertumbuhan bobot bakalan sapi lokal hingga siap potong cenderung lambat, sementara bakalan sapi impor relatif lebih cepat. "Sapi impor rata-rata memerlukan waktu 3-4 bulan untuk penggemukan, sementara sapi lokal mencapai 5-6 bulan," jelas Yudi.

Bagi Rochadi Tawaf, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), pemangkasan kuota impor sapi feedlot menjadi masalah bagi peternakan lokal. "Seharusnya pengurangan impor sapi dilakukan bertahap," katanya. Selain kualitas yang belum terjamin, infrastruktur dan transportasi antar kawasan membuat suplai sapi terkendala sehingga biaya produksi meninggi.

Pemerinah mengurangi kuota impor sapi feedlot dari 400.000 ekor di tahun 2011 menjadi 283.000 di tahun ini. Pemerintah juga menurunkan kuota impor daging sapi beku dari 90.000 ton tahun lalu menjadi 34.000 ton tahun ini.

Menurut Johny Liano, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Daging dan Feedlot Indonesia, pemerintah harus meningkatkan populasi dam produktivitas sapi dalam negeri. Salah satu yang bisa dilakukan pemerintah adalah menambah sapi pejantan unggul.

Johny menghitung, hingga saat ini masih ada stok sapi hidup di kandang peternak feedlot mencapai sebanyak 136.000 ekor. Jumlah itu akan bertambah dengan realisasi ijin impor sapi bakalan periode Januari-Maret 2012 yang mencapai 60.000 ekor. n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: