JAKARTA. Rencana pemerintah menetapkan iuran jaminan pensiun sebesar 8% lewat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan menuai protes dari banyak kalangan. Tidak cuma pelaku usaha dana pensiun swasta yang terancam bubar, melainkan juga pemberi kerja yang merasa beban kesejahteraan semakin berat. Maklum, saat ini saja, beban program wajib yang dibayarkan totalnya mencapai 18,24% - 20,74%. Yakni, terdiri dari tiga program BPJS Ketenagakerjaan sebesar 5,70% untuk jaminan hari tua, 0,30% untuk jaminan kematian, 0,24% - 1,74% untuk jaminan kecelakaan kerja dan 5% untuk jaminan kesehatan nasional yang dijalankan BPJS Kesehatan. Belum lagi, kewajiban untuk mencadangkan dana pesangon sesuai Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berkisar 7% - 8%. Ditambah dengan jaminan pensiun sebesar 8%, artinya beban kesejahteraan membengkak menjadi 26,24% - 28,74%. Jumlah itu hasil patungan antara pemberi kerja sebesar 20,24% - 22,74% dengan pekerja 6%. Padahal, Steven Tanner, Aktuaris Dayamandiri Dharmakonsilindo mengungkapkan, rancangan untuk memperoleh manfaat pensiun dengan Tingkat Penghasilan Pensiun (TPP) sebesar 40%, sesuai rekomendasi minimum International Labour Organization (ILO), belum dapat terpenuhi dengan iuran 8%. Bahkan, dengan metode pembiayaan fully funded di mana iuran peserta dihimpun penuh ke dalam program dan diinvestasikan, iuran sebesar 8% tidak dapat mencukupi TPP sebesar 40%. Iurannya justru berpotensi membengkak dua kali lipat. Metode ini tidak selalu dapat mengurangi beban jangka panjang dari program jaminan pensiun. "Karena, apabila tingkat kenaikan penghasilan lebih tinggi dari tingkat hasil investasi, pendanaan justru dapat meningkatkan beban. Yang bilang bahwa pendanaan dapat mengurangi beban tidak lah tepat. Beban itu sendiri ditentukan dari berapa besar manfaat pensiun yang dijanjikan," imbuh Steven yang juga menjadi Ketua Majelis Persatuan Aktuaris Indonesia, Selasa (14/4). Namun demikian, ia melanjutkan, bukan berarti mustahil untuk memenuhi TPP 40% dalam program jaminan pensiun. Menurut dia, ada cara yang bisa ditempuh untuk memenuhi tingkat kesejahteraan pekerja sesuai rekomendasi ILO dengan iuran terjangkau. Yaitu, dengan metode pembiayaan Pay As You Go (PAYG) atau pendanaan jangka pendek. Metode ini membiayai program hanya untuk membayar manfaat pensiun yang jatuh pensiun pada periode tertentu saja. Sederhananya begini, iuran yang diperlukan atau disiapkan bergantung pada manfaat pensiun yang harus dibayarkan. Metode ini tidak bergantung pada asumsi-asumsi jangka panjang. Akumulai dana dalam metode PAYG ini, bila ada, nilainya relatif kecil, sehingga dapat mengurangi berbagai risiko seperti risiko pasar keuangan, investasi, inflasi, kebocoran, kesalahan pengelolaan. Banyak negara menjalankan metode PAYG. Mereka tidak mendanakan secara penuh. Melainkan, partial atau target funding bila dianggap perlu. "Dengan metode PAYG, iuran jaminan pensiun 8% itu berlebihan. Saya kira, penetapan iuran 1% - 2% dan meningkat secara bertahap menjadi 3% pada tahun 2030 dan mencapai 4% - 5% pada tahun 2050, cukup memadai untuk membiayai program jaminan pensiun sekaligus membangun buffer fund," terang Steven. Toh, sambung dia, tidak ada pembayaran manfaat pensiun selama 15 tahun pertama, melainkan setelah tahun 2030. Manfaat pensiun baru bisa dinikmati setelah 15 tahun masa iuran, kecuali pekerja meninggal atau cacat tetap. Bahkan, peserta yang pensiun setelah tahun 2030 pun tidak serta merta memperoleh TPP 40%. Asal tahu saja, program jaminan pensiun merupakan program keempat yang akan dijalankan BPJS Ketenagakerjaan. Program ini sendiri akan berlaku efektif dan wajib mulai 1 Juli 2015 mendatang. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Saran aktuaris agar iuran jaminan pensiun murah
JAKARTA. Rencana pemerintah menetapkan iuran jaminan pensiun sebesar 8% lewat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan menuai protes dari banyak kalangan. Tidak cuma pelaku usaha dana pensiun swasta yang terancam bubar, melainkan juga pemberi kerja yang merasa beban kesejahteraan semakin berat. Maklum, saat ini saja, beban program wajib yang dibayarkan totalnya mencapai 18,24% - 20,74%. Yakni, terdiri dari tiga program BPJS Ketenagakerjaan sebesar 5,70% untuk jaminan hari tua, 0,30% untuk jaminan kematian, 0,24% - 1,74% untuk jaminan kecelakaan kerja dan 5% untuk jaminan kesehatan nasional yang dijalankan BPJS Kesehatan. Belum lagi, kewajiban untuk mencadangkan dana pesangon sesuai Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berkisar 7% - 8%. Ditambah dengan jaminan pensiun sebesar 8%, artinya beban kesejahteraan membengkak menjadi 26,24% - 28,74%. Jumlah itu hasil patungan antara pemberi kerja sebesar 20,24% - 22,74% dengan pekerja 6%. Padahal, Steven Tanner, Aktuaris Dayamandiri Dharmakonsilindo mengungkapkan, rancangan untuk memperoleh manfaat pensiun dengan Tingkat Penghasilan Pensiun (TPP) sebesar 40%, sesuai rekomendasi minimum International Labour Organization (ILO), belum dapat terpenuhi dengan iuran 8%. Bahkan, dengan metode pembiayaan fully funded di mana iuran peserta dihimpun penuh ke dalam program dan diinvestasikan, iuran sebesar 8% tidak dapat mencukupi TPP sebesar 40%. Iurannya justru berpotensi membengkak dua kali lipat. Metode ini tidak selalu dapat mengurangi beban jangka panjang dari program jaminan pensiun. "Karena, apabila tingkat kenaikan penghasilan lebih tinggi dari tingkat hasil investasi, pendanaan justru dapat meningkatkan beban. Yang bilang bahwa pendanaan dapat mengurangi beban tidak lah tepat. Beban itu sendiri ditentukan dari berapa besar manfaat pensiun yang dijanjikan," imbuh Steven yang juga menjadi Ketua Majelis Persatuan Aktuaris Indonesia, Selasa (14/4). Namun demikian, ia melanjutkan, bukan berarti mustahil untuk memenuhi TPP 40% dalam program jaminan pensiun. Menurut dia, ada cara yang bisa ditempuh untuk memenuhi tingkat kesejahteraan pekerja sesuai rekomendasi ILO dengan iuran terjangkau. Yaitu, dengan metode pembiayaan Pay As You Go (PAYG) atau pendanaan jangka pendek. Metode ini membiayai program hanya untuk membayar manfaat pensiun yang jatuh pensiun pada periode tertentu saja. Sederhananya begini, iuran yang diperlukan atau disiapkan bergantung pada manfaat pensiun yang harus dibayarkan. Metode ini tidak bergantung pada asumsi-asumsi jangka panjang. Akumulai dana dalam metode PAYG ini, bila ada, nilainya relatif kecil, sehingga dapat mengurangi berbagai risiko seperti risiko pasar keuangan, investasi, inflasi, kebocoran, kesalahan pengelolaan. Banyak negara menjalankan metode PAYG. Mereka tidak mendanakan secara penuh. Melainkan, partial atau target funding bila dianggap perlu. "Dengan metode PAYG, iuran jaminan pensiun 8% itu berlebihan. Saya kira, penetapan iuran 1% - 2% dan meningkat secara bertahap menjadi 3% pada tahun 2030 dan mencapai 4% - 5% pada tahun 2050, cukup memadai untuk membiayai program jaminan pensiun sekaligus membangun buffer fund," terang Steven. Toh, sambung dia, tidak ada pembayaran manfaat pensiun selama 15 tahun pertama, melainkan setelah tahun 2030. Manfaat pensiun baru bisa dinikmati setelah 15 tahun masa iuran, kecuali pekerja meninggal atau cacat tetap. Bahkan, peserta yang pensiun setelah tahun 2030 pun tidak serta merta memperoleh TPP 40%. Asal tahu saja, program jaminan pensiun merupakan program keempat yang akan dijalankan BPJS Ketenagakerjaan. Program ini sendiri akan berlaku efektif dan wajib mulai 1 Juli 2015 mendatang. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News