Saratoga dan Djarum berebut Mitratel



JAKARTA. Persaingan berebut saham PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel), pengelola menara telekomunikasi milik PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) mengerucut pada dua perusahaan kakap. Yakni PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) dan PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo), anak usaha PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR).

Persaingan ini kian menarik lantaran yang bertarung di balik dua perusahaan itu adalah dua konglomerasi besar, yakni Saratoga Group  dan Grup Djarum. Jejak Saratoga terlihat dari Provident Capital yang menjadi pemegang saham terbesar TBIG. Sedangkan Grup Djarum merupakan pemilik TOWR.

Dengan sumber dana tak terbatas dan jaringan bisnis luas, dua konglomerasi itu ngotot memiliki Mitratel yang  kini memiliki sekitar 3.000 menara yang sebagian besar untuk pemancar Telkom dan anak usahanya. Adapun hingga kuartal III-2013, TBIG memiliki 9.308 menara dan TOWR punya 9.180 menara.


Alhasil, menggandeng Mitratel merupakan peluang besar menjadi penguasa menara telekomunikasi di Indonesia. Apalagi, cakupan (coverage) jaringan bisa tumbuh signifikan lantaran sebagian besar menara Mitratel ada di daerah pelosok  yang belum tentu terjamah oleh pemain lain.

Indra Utoyo, Direktur IT Solutions and Strategic Portofolio PT Telkom menandaskan, Telkom bukan melepas saham di Mitratel tapi mencari mitra. "Saat ini, sudah ada dua  calon perusahaan terbuka, yakni Protelindo dan Tower Bersama," kata dia, Kamis (21/11).

Skema pencarian mitra adalah tukar saham swap). "Kami swap 49% saham Mitratel," ujarnya. Dengan begitu, Mitratel kelak juga memiliki sebagian saham patnernya. Sayang, Indra enggan menjelaskan target porsi saham yang ingin Mitratel miliki.

Harapannya: penentuan calon mitra untuk Mitratel bisa tuntas April 2014 atau kuartal I-2014. Dengan cara backdoor listing ini, Telkom berharap Mitratel lebih gampang menjadi perusahaan terbuka.

Indra juga bungkam soal nilai 49% saham Mitratel.  Merujuk kinerja sampai tahun 2012 silam, pendapatan Mitratel mencapai Rp 1,6 triliun dengan laba Rp 305 miliar. Sampai 30 September 2013, total aset Mitratel mencapai Rp 7,44 triliun.

Direktur Utama Tower Bersama Herman Setya Budi belum mau memberi tanggapan soal peluang menjadi pemenang persaingan. "Saya tak bisa komentar tentang ini," katanya ke KONTAN. Namun, TBIG telah menyiapkan pendanaan lewat penerbitkan obligasi Rp 4 triliun dalam waktu dua tahun mendatang.

Herman yakin, bisnis menara masih menjanjikan. Apalagi, saat ini, tingkat okupansi menara TBIG masih 1,76. Idealnya, rasionya dua atau tiga pelanggan per menara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan