Satgas Hilirisasi Diharapkan Bisa Memperbaiki Tata Kelola Supaya Lebih Terpadu



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto akan membentuk satuan tugas (satgas) hilirisasi. Tugas dari satgas itu adalah untuk membenahi tata kelola hilirisasi di Indonesia supaya lebih terpadu dan tidak berbenturan antara kementerian dan lembaga lain.

Direktur Eksekutif Institute Essential for Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, dirinya tidak tahu persis kewenangannya seperti apa satgas hilirisasi ini karena harus menunng terbit keputusan presidennya. "Semoga satgas ini bisa bekerja secara profesional, transparan dan memberikan hasil dalam tiga sampai enam bulan setelah dibentuk," katanya kepada KONTAN, Senin (9/12/2024). 

Menurut Fabby, satgas hilirsasi bertujuan membenahi tata kelola hilirisasi di Indonesia, termasuk debottlenecking. Hilirisasinya pun tidak terbatas di energi dan mineral, walaupun untuk saat ini energi dan mineral yang lebih jelas dan sudah menarik minat berbagai pihak untuk investasi.


"Satgas itu harusnya mempercepat troubleshooting kalau ada kendala-kendala yang diciptakan oleh birokrasi di pusat dan di daerah," kata Fabby. 

Baca Juga: BKPM Bakal Fokus Tawarkan Investasi di 5 Hingga 6 Komoditas Hilirisasi

Ia bilang, selama ini hilirisasi kita tidak benar-benar didorong oleh agenda besar pemerintah, yaitu menciptakan industri manufaktur maju (advance manufacture). Artinya, baru di industri pengolahan bahan mentah (ore).

Padahal, seharusnya industri turunan disiapkan, sehingga produk-prouduk olahan bisa menjadi jadi bahan baku industri yang punya nilai tambah besar dan menjadikan Indonesia sebagai bagian dari global suppy chain. 

"Selain itu saya lihat instrumen insentif yang diberikan juga tidak jelas dan tidak transparan. Proses pembahasan insentif yang diminta bertele-tele dan justru menciptakan ketidakpastian bagi investor," kata Fabby. 

Fabby menekankan, dalam hal hilirisasi batubara, satgas harus melihat manfaat lain batubara selain dibakar di PLTU atau dibuat DME yang mahal dan tidak ekonomis.

Dengan mempertibangkan Indonesia akan pensiunkan PLTU di 2040 seperti yang disampaikan Presiden Prabowo dan kemungkinan ekspor batubara berpotensi menurun setelah 2025, IESR menyarankan agar satgas mengeksplorasi pemanfaatan sumber daya batubara menjadi materiak carbon maju (advanced carbon materials) yang dibutuhkan oleh teknologi maju sekarang. 

"Ada beberapa jenis antara lain carbon nanomaterial, carbon fibers, carbon foam, graphite, supercapacitor untuk penyimpan energi dan material-material composite," bebernya.

Memang, untuk pengembangan materiak carbon maju membutuhkan investasi yang tidak sedikit. Hanya saja, biaya investasi tergantung pada produk apa yang bakal dikembangkan. "Investasinya bisa bernilai jutaan US$, tapi lebih murah dari investasi untuk DME. Pasarnya juga terbuka luas di dunia. Biaya investasi untuk produksi 2000 ton per tahun (TPA), kurang lebih US$ 35 juta, atau yang 1.0000 TPA sekitar US$ 80 juta," jelas Fabby.

Baca Juga: Pemerintah Tunda Moratorium Smelter Nikel RKEF, Ini Dampaknya ke Industri

Terkait potensi pasarnya, Fabby bilang, pasar di dalam negeri memang belum ada. "Saya lihat untuk grafit dan graphene bisa untuk energy storage. Seiring kita bangun industri battery EV, ini bisa diserap, jadi nyambung dengan rencana hilirisasi kita," imbuhnya.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menargetkan satgas hilirisasi bisa terbentuk dalam waktu secepatnya. Kelak, pengesahan pembentukan Satgas akan tertuang dalam keputusan presiden. Tugas dari satgas itu adalah untuk membenahi tata kelola hilirisasi di Indonesia supaya lebih terpadu dan berbenturan antara kementerian dan lembaga lain. Satgas Hilirisasi ini sendiri akan diketuai oleh Menteri ESDM.

Satgas ini akan diisi oleh Kementerian ESDM, Kementerian Investasi dan Hilirisasi, Kementerian Kehutanan, Kementerian Perikanan, Kementerian Pertanian hingga Kementerian Perindustrian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat