Satgas Kemudahan Berusaha siap injak gas (1)



Menggeber Satgas untuk Gaet Pemodal

Indonesia masih bagaikan madu; manis dan mengundang selera para pemilik modal. Paling tidak ini bisa dilihat dari hasil survei yang dirilis berbagai lembaga dan realisasi investasi yang dicatat oleh pemerintah.

Di tengah kondisi ekonomi global yang belum membaik, Indonesia masih mampu menarik minat investor menanamkan dana dalam jumlah besar.

Data yang dipublikasikan Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) penghujung Oktober lalu menunjukkan, realisasi investasi pada kuartal III-2017 mencapai Rp 176,6 triliun. Artinya, ada kenaikan 13,7% (year-on-year/yoy) dibanding periode yang sama tahun lalu.


Realisasi investasi masih didominasi modal asing. Meski begitu, secara persentase kenaikan nilai investasi pemodal lokal tumbuh lebih besar. Realisasi investasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) naik 16,8% (yoy) menjadi Rp 64,9 triliun.

Sementara realisasi investasi penanaman modal asing (PMA) naik 12% (yoy) menjadi Rp 111,7 triliun.

Data pemerintah ini rupanya sejalan dengan hasil survei yang digelar Pricewaterhouse Coopers (PwC). Survei tersebut bertajuk Doing Business in Asia Pacific 2017-18 dan dipublikasikan awal  November ini.

Hasil survei yang dokumennya dimiliki KONTAN memperlihatkan, 71% chief executive officer (CEO) perusahaan cenderung meningkatkan investasinya di zona APEC (Asia-Pacific Economic Cooperation) dalam 12 bulan ke depan.

Terkait Indonesia, negara ini ada di posisi ketiga tujuan investasi, di bawah Vietnam dan China. Indonesia, mengungguli Amerika Serikat (AS) dan Thailand.

Fakta lain yang tidak kalah menarik dari survei ini adalah 58% CEO di kawasan APEC mengekspektasikan akan meningkatkan investasinya di dalam negeri.

Sebanyak 69% CEO Indonesia berkeinginan meningkatkan investasi domestik. Indonesia ada di peringkat keempat setelah Vietnam, Rusia, dan Filipina. Di kelompok lima besar, kita unggul dari Malaysia yang ada di posisi kelima.

Oh ya, survei ini digelar dari 9 Mei hingga 14 Juli 2017. Respondennya sebanyak 1.412 CEO dan pemimpin industri dari 21 negara APEC.

Besarnya minat dan realisasi investasi ke negeri ini segendang sepenarian dengan publikasi Bank Dunia tentang Doing Business 2018: Reforming to Create Jobs. Indonesia, di mata lembaga multilateral itu kembali menorehkan prestasi. Ease of Doing Business (EODB) Indonesia naik dari peringkat 91 menjadi 72.

Rodrigo A. Chaves, Kepala Perwakilan Bank Dunia di Indonesia, dalam keterangan resminya menyebut, dalam 15 tahun terakhir, Indonesia telah mengadopsi 39 indikator reformasi Doing Business.

Lebih dari separuhnya dilaksanakan dalam empat tahun terakhir. Selama dua tahun berturut-turut, Indonesia melakukan 7 reformasi, yang merupakan jumlah reformasi tertinggi dalam satu tahun.

Target masih jauh

Namun, pencapaian Indonesia sejauh ini masih jauh dari mimpi Presiden Joko Widodo (Jokowi). Tahun depan, Jokowi mematok target peringkat EODB Indonesia bisa naik ke peringkat 50. Setahun berikutnya, ranking Indonesia ditargetkan ada di posisi ke 40.

Ini bukan mimpi yang mudah untuk diraih. Sebab, negara lain juga sama-sama berusaha mempersolek diri. Ditambah lagi, aral melintang masih banyak ditemui di dalam negeri.

Berkali-kali dalam berbagai kesempatan, Jokowi mengeluh soal banyaknya aturan yang malah jadi penghambat. Jumlahnya mencapai 42.000 aturan, mulai dari undang-undang sampai ke aturan di daerah. Kebanyakan regulasi saling tumpang-tindih. Tak sedikit yang malah saling bertentangan.

Tahun lalu pemerintah menghapus 3.153 peraturan daerah (perda). Namun, sejauh ini langkah tersebut gagal total lantaran Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan uji materi soal penghapusan perda tersebut.

Toh pemerintah tidak patah arang. Kali ini, pemerintah menempuh strategi anyar dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Kemudahan Berusaha. Namanya cuma satu, tapi jumlahnya banyak bukan kepalang.

Di tingkat nasional, satgas diketuai Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian. Ditambah sembilan menteri, Kapolri, Sekretaris Kabinet, dan Kepala BKPM sebagai anggota.

Lalu, tak kurang dari 13 satgas dibentuk di level kementerian dan dipimpin oleh sekretaris jenderal (sekjen) kementerian terkait. Di setiap daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, juga dibentuk satgas yang dipimpin sekretaris daerah terkait.

“Semua satgas ini akan dibentuk dua minggu ke depan,” ujar Darmin Nasution, Menko Perekonomian, Jumat, 3 November 2017.

Beberapa kementerian sudah menyelesaikan pembentukan satgas ini. Karyanto Suprih menyebut, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita sudah meneken keputusan soal pembentukan Satgas Kemudahan Berusaha.

Karyanto Suprih yang menjabat sebagai Sekjen Kemendag ditunjuk sebagai Ketua Satgas. Srie Agustina, Inspektur Jenderal Kemendag, dipilih sebagai Ketua Harian  Satgas.

Di dalam satgas tersebut, masing-masing direktur jenderal yang menangani perizinan ditetapkan sebagai ketua desk sub sektor. Mulai dari perdagangan dalam negeri dan perdagangan luar negeri, perlindungan konsumen dan tertib niaga, hingga Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi.

Programnya antara lain memastikan penyelesaian hambatan atas perizinan berusaha di sektor perdagangan,” ujar Karyanto.

Seluruh perizinan usaha bakal diproses melalui sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik (online single submission). Sistem ini akan terintegrasi dengan sistem pelayanan pemerintahan yang telah ada.

Cakupannya mulai dari nomor induk kependudukan, pengesahan pendirian badan usaha, dan Indonesia National Single Window (INSW). Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan sistem perizinan dari kementerian/lembaga juga akan ada dalam cakupan online single submission.

Sederhananya, lewat online single submission, pelaku usaha cukup sekali saja menyerahkan data-data yang dibutuhkan. Kementerian, lembaga dan pemerintah daerah yang membutuhkan data tersebut, dapat mengaksesnya di sistem online single submission.

Jadi, pelaku usaha tidak perlu lagi memberikan data yang sama ke setiap instansi pemerintah.

Dus, kini pemerintah tengah berlomba dengan waktu mengejar penyelesaian pedoman aturan teknisnya. Pedoman tersebut akan mengatur batas waktu dan syarat perizinan yang terbaru.

Pedoman baku tersebut akan diintegrasikan ke sistem teknologi informasi online single submission Januari 2018. Dengan begitu, April tahun depan sistem ini ditargetkan bisa berjalan.

Di atas kertas, pemerintah tampaknya tidak mau setengah-setengah. Nantinya, tidak ada lagi cerita pelaku usaha tidak mendapatkan pelayanan atau tidak memperoleh perizinan usaha yang sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Jika bupati atau walikotanya emoh, kewenangan pemberian izin akan diambil alih gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. Jika gubernurnya yang ogah menerbitkan izin usaha, Menteri Dalam Negeri yang bakal turun tangan menerbitkan izin tersebut.

Tidak cuma mengambilalih kewenangan penerbitan izin, pemerintah pusat berencana menghukum daerah yang tidak mendukung kemudahan berusaha, termasuk dengan cara menerbitkan perda yang menghambat investasi.

Caranya, berupa pemotongan dana insentif daerah (DID). “Kami sedang kaji dan siapkan dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri,” kata Darmin.

Daerah tidak setuju

Cuma, keinginan pemerintah membikin satgas, tidak diamini semua daerah. Tidak usah jauh-jauh, DKI Jakarta rupanya tidak merasa membutuhkan satgas kemudahan berusaha.

Edy Junaedi bilang, satgas hanya dibutuhkan oleh daerah yang belum memiliki PTSP. Atau daerah yang PTSP-nya belum berjalan dengan optimal. “Kami enggak buat satgas, karena tugasnya sudah ada di PTSP,” kata Kepala Dinas  Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi DKI Jakarta itu.

Satgas dan PTSP sama-sama bertujuan meningkatkan Ease of Doing Business. Jakarta, merasa sudah sukses meningkatkan performanya dalam urusan kemudahan berusaha. Buktinya, kenaikan peringkat EODB Indonesia ke posisi 72 dari sebelumnya di urutan 91.

PTSP DKI kini menangani hampir semua kewenangan pemerintah provinsi, kecuali terkait kependudukan. Jumlahnya ada 296 kewenangan perizinan. Jumlah sebanyak ini sebetulnya sudah dikurangi dari yang sebelumnya mencapai 518 izin.

Tak cuma di Jakarta, Kabupaten Semarang di Jawa Tengah juga merasa tidak membutuhkan satgas kemudahan berusaha.

Pasalnya, menurut Valeanto Soekendro, Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (BPMPPTSP) Kabupaten Semarang, sejak tahun lalu Bupati Semarang Mundjirin sudah membentuk Forum Gerakan Pro Investasi.

Forum yang dikukuhkan lewat Surat Keputusan (SK) Bupati Semarang itu merupakan forum dialog antara Pemkab Semarang, asosiasi pengusaha, dan tokoh masyarakat. Soekendro menyebut, Kepala Kejaksaan Negeri dan Kapolres juga ada dalam forum tersebut.

Forum ini berfungsi untuk membahas dan menyelesaikan segala persoalan terkait investasi dan dunia usaha di Kabupaten Semarang. Masyarakat misalnya, kerap mengeluhkan soal pengusaha yang tidak memperpanjang izin gangguan.

Sementara dari pelaku usaha, paling banyak terkait menara telekomunikasi, mengeluhkan permintaan masyarakat yang terlalu tinggi saat mengurus izin gangguan.

Meski tidak ada aturan tertulis, masyarakat kerap meminta kompensasi izin gangguan untuk fasilitas umum. Misalnya untuk membeli tenda, kursi pertemuan, kegiatan bangun selokan yang bersifat swadaya, atau kegiatan sedekah bumi.

Soekendro yang karib disapa Kendro bilang, pihaknya memiliki kebijakan khusus soal ini. Terutama jika permintaan yang diajukan masyarakat terlalu berlebihan sehingga menghambat pemberian izin.

Awalnya, warga akan diajak bermusyawarah. “Kalau tidak bisa juga kami minta bantu pihak kepolisian dan tokoh masyarakat melalui forum tersebut. Jadi kalau di pusat mau satgas, menurut saya forum ini sudah cukup. Karena dialogis banget,” tukas Kendro.

Staf Ahli Bidang Pengembangan Daya Saing Nasional Kemenko Perekonomian Bambang Adi Winarso menyebut, kewenangan pemberian izin tetap ada di PTSP. Sama halnya dengan perizinan yang ada di kementerian/lembaga.

Cuma, proses perizinannya yang nanti akan diperbaiki. Satgas ini nantinya berfungsi membantu pelaku usaha di sektor yang dibinanya. Dalam bentuk membantu memecahkan masalah perizinan, termasuk berkoordinasi langsung dengan sektor lainnya.

Ambil contoh, kata Bambang, usaha migas penanggung jawab dan pembina sektornya tetap di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Namun, untuk menggelar kegiatan hulu migas, pelaku usaha masih membutuhkan perizinan dari kementerian atau lembaga lain.

Nah, satgas di Kementerian ESDM nantinya akan membantu menghubungi kementerian/lembaga lain untuk membantu proses perizinannya. “Jadi itu pasti akan memberikan kemudahan, yang dulu tidak pernah dilakukan,” ujar Bambang.

Kurang sosialisasi, nih!   

Berikutnya: Ranking memang naik, kendala tetap pelik 

* Artikel ini sebelumnya sudah dimuat di Laporan Utama Tabloid KONTAN edisi 13 November -19 November  2019. Artikel selengkapnya berikut data dan infografis selengkapnya silakan klik link berikut: "Menggeber Satgas untuk Gaet Pemodal"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Mesti Sinaga