Ada banyak pekerjaan yang ada di belakang pembuatan sebuah iklan televisi. Salah satunya adalah storyboard artist yang bertugas menerjemahkan gagasan ke dalam bentuk visual. Dari profesi inilah, Satria Anggara menuai kesuksesan. Meski berstatus tenaga lepas, ia telah memiliki lima pelanggan tetap dengan omzet hingga puluhan juta. Bagi seorang art director atau sutradara, keberadaan storyboard sangat penting. Frame cerita ini berguna untuk menentukan perspektif gambar, setting, dan karakter tokoh dalam pembuatan sebuah film atau iklan. Salah satu seniman papan cerita atau storyboard artist ternama di Indonesia adalah Satria Anggara. Pria 39 tahun ini, telah menekuni profesi storyboard artist selama sembilan tahun. Awalnya, Angga, panggilan akrab Satria Anggara, adalah seorang animator. Sebagai animator, ia pernah bekerja di perusahaan animasi Jepang di Jakarta pada 1994. Hingga pada 2002, Angga memutuskan hijrah ke PT Tunas Pakar Intergraha. Di perusahaan inilah, ia mulai mengenal profesi storyboard artist. Angga yang tak punya latar belakang pendidikan seni lukis ini, lantas menekuni profesi ini. "Proses mengerjakan storyboard lebih cepat, bayarannya juga lebih bagus," ujarnya. Namun, hanya dua tahun ia bertahan di perusahaan itu. Selanjutnya, Angga memutuskan bekerja sebagai tenaga lepas, karena ia ingin memiliki lebih banyak waktu untuk keluarga. Sayang, karena namanya belum begitu dikenal sebagai storyboard artist andal, saat itu Angga sulit mendapatkan klien, khususnya dari agen iklan. Satu-satunya tawaran, datang dari sebuah production house asal Bandung, yang memintanya menggarap profil perusahaan sebuah bank daerah di Bandung. Angga mengingat, saat mengerjakan proyek itu pada 2004, ia hanya mendapat bayaran Rp 1 juta. "Saya masih bingung menentukan harga, karena pesanannya masih dalam skala lokal, yakni untuk ditayangkan di televisi lokal Bandung," ujarnya. Baru pada 2006, Angga mendapat tawaran dari sebuah agensi di Jakarta. Ia mendapat proyek storyboard untuk produk makanan ringan Taro. Asal tahu saja, setelah memutuskan keluar dari Tunas Pakar Intergraha, Angga juga membuat tim kecil dengan sembilan temannya. Tim bernama Green Apple Studio itu khusus membuat film animasi. Setelah mengerjakan storyboard iklan Taro, dewi fortuna mulai berpihak kepadanya. Tawaran lain pun terus berdatangan dari beberapa agensi lokal hingga perusahaan multinasional. Ia pun menuai sukses menangani penggarapan storyboard untuk berbagai produk dengan merek bergengsi, seperti Sharp, Aqua, Energen, dan Honda. Banyak kisah yang dialaminya saat menghadapi klien. Yang paling sulit, ketika ia berhadapan dengan art director yang memaksakan idenya, walau tak mengerti tujuan storyboard itu sendiri. Sementara itu, sebagai seniman storyboard, Angga memahami ada banyak pihak yang akan bergantung pada hasil karyanya. "Kalau sudut pandang yang saya gambar salah akan merepotkan tim artistik dan juru kamera di lapangan," jelasnya. Untuk menyelesaikan storyboard, Angga masih menyukai metode manual. Ia menggambar langsung di kertas, baru kemudian dipindai (scan) ke komputer. Padahal, saat ini, banyak seniman storyboard telah hijrah ke dunia digital dengan mengandalkan kemampuan grafis komputer."Gaya manual bisa menghasilkan sentuhan artistik yang tak mungkin diperoleh lewat komputer," ujarnya. Selain itu, ia lebih menyukai konsep warna hitam putih yang menurutnya lebih praktis. Dalam sebulan, Angga minimal mengerjakan lima proyek storyboard. Dalam setiap proyek, ia harus menyiapkan tiga konsep yang masing-masing berisi 30 frame gambar. Jika harga storyboard ini berkisar Rp 200.000 per frame, dalam sebulan, Angga bisa mengantongi Rp 90 juta. "Untung bersih saya mencapai 90%," sebut Angga. Kini, Angga tidak lagi perlu khawatir tak mendapatkan proyek. Seiring ketenarannya sebagai storyboard artist, lima agensi iklan kini telah menjadi pelanggan tetapnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Satria sukses menggarap storyboard untuk agensi iklan
Ada banyak pekerjaan yang ada di belakang pembuatan sebuah iklan televisi. Salah satunya adalah storyboard artist yang bertugas menerjemahkan gagasan ke dalam bentuk visual. Dari profesi inilah, Satria Anggara menuai kesuksesan. Meski berstatus tenaga lepas, ia telah memiliki lima pelanggan tetap dengan omzet hingga puluhan juta. Bagi seorang art director atau sutradara, keberadaan storyboard sangat penting. Frame cerita ini berguna untuk menentukan perspektif gambar, setting, dan karakter tokoh dalam pembuatan sebuah film atau iklan. Salah satu seniman papan cerita atau storyboard artist ternama di Indonesia adalah Satria Anggara. Pria 39 tahun ini, telah menekuni profesi storyboard artist selama sembilan tahun. Awalnya, Angga, panggilan akrab Satria Anggara, adalah seorang animator. Sebagai animator, ia pernah bekerja di perusahaan animasi Jepang di Jakarta pada 1994. Hingga pada 2002, Angga memutuskan hijrah ke PT Tunas Pakar Intergraha. Di perusahaan inilah, ia mulai mengenal profesi storyboard artist. Angga yang tak punya latar belakang pendidikan seni lukis ini, lantas menekuni profesi ini. "Proses mengerjakan storyboard lebih cepat, bayarannya juga lebih bagus," ujarnya. Namun, hanya dua tahun ia bertahan di perusahaan itu. Selanjutnya, Angga memutuskan bekerja sebagai tenaga lepas, karena ia ingin memiliki lebih banyak waktu untuk keluarga. Sayang, karena namanya belum begitu dikenal sebagai storyboard artist andal, saat itu Angga sulit mendapatkan klien, khususnya dari agen iklan. Satu-satunya tawaran, datang dari sebuah production house asal Bandung, yang memintanya menggarap profil perusahaan sebuah bank daerah di Bandung. Angga mengingat, saat mengerjakan proyek itu pada 2004, ia hanya mendapat bayaran Rp 1 juta. "Saya masih bingung menentukan harga, karena pesanannya masih dalam skala lokal, yakni untuk ditayangkan di televisi lokal Bandung," ujarnya. Baru pada 2006, Angga mendapat tawaran dari sebuah agensi di Jakarta. Ia mendapat proyek storyboard untuk produk makanan ringan Taro. Asal tahu saja, setelah memutuskan keluar dari Tunas Pakar Intergraha, Angga juga membuat tim kecil dengan sembilan temannya. Tim bernama Green Apple Studio itu khusus membuat film animasi. Setelah mengerjakan storyboard iklan Taro, dewi fortuna mulai berpihak kepadanya. Tawaran lain pun terus berdatangan dari beberapa agensi lokal hingga perusahaan multinasional. Ia pun menuai sukses menangani penggarapan storyboard untuk berbagai produk dengan merek bergengsi, seperti Sharp, Aqua, Energen, dan Honda. Banyak kisah yang dialaminya saat menghadapi klien. Yang paling sulit, ketika ia berhadapan dengan art director yang memaksakan idenya, walau tak mengerti tujuan storyboard itu sendiri. Sementara itu, sebagai seniman storyboard, Angga memahami ada banyak pihak yang akan bergantung pada hasil karyanya. "Kalau sudut pandang yang saya gambar salah akan merepotkan tim artistik dan juru kamera di lapangan," jelasnya. Untuk menyelesaikan storyboard, Angga masih menyukai metode manual. Ia menggambar langsung di kertas, baru kemudian dipindai (scan) ke komputer. Padahal, saat ini, banyak seniman storyboard telah hijrah ke dunia digital dengan mengandalkan kemampuan grafis komputer."Gaya manual bisa menghasilkan sentuhan artistik yang tak mungkin diperoleh lewat komputer," ujarnya. Selain itu, ia lebih menyukai konsep warna hitam putih yang menurutnya lebih praktis. Dalam sebulan, Angga minimal mengerjakan lima proyek storyboard. Dalam setiap proyek, ia harus menyiapkan tiga konsep yang masing-masing berisi 30 frame gambar. Jika harga storyboard ini berkisar Rp 200.000 per frame, dalam sebulan, Angga bisa mengantongi Rp 90 juta. "Untung bersih saya mencapai 90%," sebut Angga. Kini, Angga tidak lagi perlu khawatir tak mendapatkan proyek. Seiring ketenarannya sebagai storyboard artist, lima agensi iklan kini telah menjadi pelanggan tetapnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News