Satu perusahaan jadi tersangka kebakaran hutan



JAKARTA.  Polda Riau menetapkan satu perusahaan perkebunan sawit, yakni berinisial PT AP, sebagai tersangka kasus pembakaran kawasan hutan dan lahan di Riau. PT AP diduga terlibat kejahatan korporasi dengan mengerahkan pekerjanya melakukan pembakaran lahan. "Masih dikembangkan Dirkrimsus Polda Riau sebanyak satu tersangka korporasi," ujar Kepala Bagian Produksi dan Dokumentasi Divisi Humas Polri Komisaris Besar (Pol) Hilman Thayib di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (2/7/2013). Sebelumnya, Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Sutarman mengatakan, modus perusahaan AP adalah membiayai koperasi berinisial TS untuk membakar lahan yang diberikan perusahaan. Sesuai aturan, perusahaan diwajibkan memberikan sebagian lahan untuk warga. Hal itu merupakan hasil penyelidikan sementara. Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya juga sebelumnya mengatakan, ada 8 perusahaan Malaysia yang diduga melakukan pembakaran lahan dan hutan di Riau. Hingga hari ini, Satuan Tugas penanggulangan kebakaran lahan hutan Riau telah menangani 17 kasus dan menetapkan 24 tersangka. Kasus tersebut tersebar di sejumlah wilayah yang terdapat titik api. "Sudah menangani 17 (laporan) dengan rincian 12 laporan tahap penyidikan, 5 laporan penyelidikan. Di mana ada 24 tersangka," kata Hilman. Adapun 24 tersangka merupakan warga setempat, yaitu di daerah Bengkalis ditetapkan 6 tersangka, di Dumai 2 tersangka, di Rokan Hilir 11 tersangka, di Siak 3 tersangka, dan di Pelalawan sebanyak 2 tersangka. Seperti diberitakan, banyaknya titik api di kawasan hutan Riau menyebabkan kabut asap meluas hingga ke Singapura dan Malaysia. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, sekitar 3,9 juta hektar lahan gambut di Riau telah beralih fungsi menjadi perkebunan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sampai meminta maaf kepada kedua negara itu. Presiden juga menginstruksikan agar dilakukan penegakan hukum terhadap mereka yang membakar lahan.

Kompas.com

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Amal Ihsan