Satu poin revisi PP JHT masuk finalisasi



JAKARTA. Pembahasan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2015 tentang Jaminan Hari Tua (JHT) kini masuk tahap finalisasi lintas kementerian. Ternyata hanya satu poin revisi atas beleid yang diusulkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

Satu poin revisi tersebut adalah pengecualian bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan berhenti bekerja.

Pekerja yang terkena PHK, dapat mencairkan seluruh dana simpanannya di BPJS Ketenagakerjaan sebulan setelah keluar dari pekerjaan. Jadi, pekerja korban PHK tak perlu menunggu hingga masa kepesertaan 10 tahun untuk mendapat dana manfaat yang telah dibayarkan.


"Poinnya tetap itu, bahwa bagi mereka yang terkena PHK atau berhenti kerja, mereka diberikan pengecualian," kata Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, akhir pekan lalu.

Hanif mengharapkan revisi PP tentang JHT itu dapat segera diteken oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pembahasan final seputar revisi PP JHT, terang Hanif, akan dilakukan dengan seluruh pemangku kepentingan, yakni Kemnaker, BPJS Ketenagakerjaan, dan Kementerian Hukum dan HAM.

Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Elvyn G Massasya menambahkan, pada akhir pekan lalu,  telah dilakukan rapat harmonisasi dengan kementerian terkait seputar isi revisi PP JHT tersebut.

Sekadar catatan, pemerintah memutuskan merevisi kembali beleid tentang JHT yang baru saja diterbitkan pada 30 Juni 2015 lalu setelah menuai kritik masyarakat.

Seperti diketahui, dalam pasal 26 ayat 1 PP tentang JHT yang saat ini berlaku, manfaat program JHT hanya dapat dibayarkan kepada peserta bila memenuhi empat kriteria. Pertama, peserta mencapai usia pensiun. Kedua, peserta mengalami cacat total tetap. Ketiga, peserta meninggal dunia. Keempat, peserta meninggalkan Indonesia selama-lamanya.

Kini dalam poin revisi JHT terbaru, akan disisipkan satu pasal yang menyatakan ada pengecualian bagi pekerja yang terkena PHK atau berhenti bekerja. Pengecualian itu adalah bahwa pekerja yang terkena PHK atau berhenti bekerja dapat mencairkan seluruh dana simpanan JHT di BPJS Ketenagakerjaan tanpa menunggu masa pensiun tiba.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sanny Iskandar mengatakan, pihaknya menyerahkan seluruh keputusan kebijakan tersebut kepada pemerintah. "Bagi pengusaha, dana yang sudah disetorkan merupakan hak karyawan," ujar Sanny.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia