KONTAN.CO.ID -
Teknologi informasi terus berkembang pesat. Mau tidak mau, setiap pemainnya harus selangkah lebih maju agar bisa mengikuti perkembangan zaman. Kepada jurnalis KONTAN Putri Werdiningsih, Chief Executive Officer
(CEO) Telkomtelstra Erik Meijer, berbagi strategi untuk bersaing di pasar global. Telkomtelstra adalah perusahaan joint venture (JV) antara PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) Tbk, dan Telstra Corporation Ltd dari Australia. Saya adalah CEO yang kedua, diangkat mulai Desember 2015. Awalnya, agak ragu masuk ke Telkomtelstra. Saya tidak ada pengalaman di
business to business (B2B), selama ini lebih banyak menangani ritel. Ini peluang untuk belajar bisnis B2B.
Apalagi ini merupakan JV dengan perusahaan internasional. CEO yang sebelumnya, Phill Sporton berasal dari Telstra. Memang untuk menyiapkan bisnis ini memerlukan orang dari Telstra, yang benar-benar tau produk seperti apa. Begitu jadi dan siap, saya baru diminta menggantikan, karena dianggap tahu pasar Indonesia, dan mengerti bagaimana cara berpikir Telkom. Telkomtelstra membutuhkan orang yang bisa berinteraksi dengan pasar lokal untuk menumbuhkan bisnis. Amanah yang diberikan waktu itu adalah membuat perusahaan ini relevan untuk pasar Indonesia dan membanggakan kedua pemegang saham. Saat kali pertama bergabung, saya mulai dengan belajar. Sebelum akhirnya duduk di kursi CEO, saya menemui satu per satu direksi dan
vice president. Pertemuan saya lakukan masih di luar kantor, supaya nggak bikin gosip. Saya bertanya, mencatat mengenai poin-poin bisnis ini dan aspirasi yang ada. Dari situ, saya bikin presentasi ke tim inti mengenai impresi saya terhadap bisnis ini. Ketika masuk, sebulan pertama saya mengamati sendiri apa saja yang aneh dan apa saja hal-hal baik yang harus diteruskan di Telkomtelstra. Kemudian saya diskusikan dengan tim. Ini bagian dari rencana perbaikan
improvement plan. Saat awal masuk, saya melihat kok di satu pojok ada orang -orang dari Telstra bisa berkumpul sendiri, dan semuanya orang dari Australia. Lalu saya tanya kenapa mereka ngumpul di sini? Kok tidak duduk bersama-sama tim di divisinya? Saya memperbaiki hal-hal seperti ini dulu, supaya semua tim menjadi satu kesatuan. Meski terkesan simpel, tapi hal ini sangat mempengaruhi budaya perusahaan. Kemudian saya melakukan penyesuaian produk. Satu-satunya produk yang diluncurkan saat awal adalah Management Network Services berbasis Sisco. Produk itu masih terlalu mahal dan enggak relevan. Lalu saya coba bikin produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Perlu waktu sekitar 4–5 bulan untuk ini. Saya banyak berdiskusi dengan Telkom yang cukup mengerti kebutuhan konsumen di Indonesia. Lalu, kami menurunkan harga dengan menggunakan
hardware yang banyak digunakan di Indonesia. Dalam tiga tahun ini, bisnis Telkomtelstra sudah berada dalam jalur yang on the track. Bisnis tumbuh cepat. Setiap tahunnya melampaui target. Setelah ini, kami akan tetap meluncurkan produk baru yang sesuai dengan kebutuhan pasar, atau sedikit lebih maju. Sebab, teknologi itu berkembang pesat, yang hari ini relevan belum tentu tahun depan relevan lagi. Salah satu yang tengah kami kembangkan adalah
cloud. Kami sudah punya beberapa dan akan terus berkembang. Saat ini, kami satu-satunya perusahaan yang punya layanan
cloud berkelas internasional, dengan penyimpanan data di dalam negeri. Ini sesuai peraturan pemerintah tentang lokalisasi data. Meskipun ada anak usaha Telkom yang juga memiliki bisnis cloud, tetapi kami tidak melihat ini sebagai persaingan. Misalnya Telkomtelstra membangun cloud, teknologinya kami yang mendesain, tetapi data center-nya menggunakan milik Telkom Sigma. Soal peralatan, kami juga kerap berdiskusi. Peralatan boleh dari mereka, kami yang sewa. Kemudian, ada juga pengembangan bisnis dalam hal security. Awalnya kami hanya ,meluncurkan dua produk tetapi sekarang sudah punya tiga hingga empat produk. Ini termasuk topik hangat akhir-akhir ini. Menambah layanan Dari sisi layanan, kami akan menambahkan layanan implementasi dari produk yang sudah kami jual. Sebab, sering kali konsumen sudah setuju untuk pindah ke
cloud, tetapi mereka kerap bertanya bagaimana memindahkan datanya ke
cloud. Selama ini, layanan untuk migrasi itu belum ada. Karena itulah, kami ingin menjadi
one stop shopping. Mulai awal 2018 kami sebenarnya juga telah membentuk
global delivery service center. Ini adalah unit yang akan melakukan pekerjaan untuk Telstra dan konsumen Telstra. Kami bisa mengembangkan teknologi informasi (TI), bisa melakukan
project management, bisa mengembangkan produk atau layanan, dan juga bisa melakukan akreditasi peralatan. Pokoknya bermacam-macam. Selama ini, pekerjaan itu banyak di-outsource ke India. Sekarang akan dipindahkan untuk dikerjakan dari Indonesia. Buat saya ini menarik, bisa menjadi bisnis tambahan yang cukup besar dan mempekerjakan ratusan orang Indonesia. Kenapa bisnis ini baru muncul sekarang? Karena dulunya tidak terpikirkan. Selama ini dunia melihat kalau mau
outsource pekerjaan seperti ini ya ke India. Selama ini Indonesia lebih banyak mengekspor
low skill labour. Kami mau menunjukkan orang Indonesia itu pintar termasuk dalam hal TI. Sejak tahun lalu, saya selalu mengundang petinggi Telstra ke sini untuk ketemu dengan tim yang ada di sini. Mereka selalu pulang dengan sangat kagum akan tim Telkomtelstra yang pintar dan berani mengusulkan perbaikan. Jadi mulainya tidak perlu ngomong, tetapi langsung diperkenalkan dengan tim dan ngobrol-ngobrol. Ada beberapa teman di Australia yang memberi pekerjaan pertama. Begitu melihat hasilnya mereka terkejut dan sangat senang. Bahkan, mereka menambah pekerjaan lagi. Sampai sekarang, saya sering mengundang teman-teman dari Australia untuk datang agar melihat sendiri. Ini adalah sisi lain dari bisnis inti yang makin lama terlihat makin seksi. Tidak ada yang tau ke depannya akan seperti apa. Kalau tiba-tiba meroket saya tidak akan menolak. Dalam memimpin perusahaan, saya banyak belajar dari bos saya sebelumnya. Bos saya waktu di Telkomsel, Pak Rudiantara. Saya belajar bagaimana bisa selalu mendapat hasil yang terbaik. Beliau ini orangnya result oriented, tetapi
management style lebih informal. Saya juga belajar banyak dari Pak Hasnul Suhaimi. Bagi saya, beliau ini cara manajemennya paling lengkap. Dengan Pak Hasnul, saya belajar formal maupun teori. Kalau dua ini dikombinasikan itu jadi menarik. Bagi saya filosofi dalam memimpin itu pertama jangan sombong. Biasanya kalau pemimpin datang dari negara lain situasi seperti ini sering terjadi. Ketika datang dan sok tahu pasti akan gagal dalam memimpin. Kedua adalah melakukan kolaborasi dan sinergi. Saya bukan pemimpin diktator. Kalau ada anggota tim punya ide, mereka boleh menyampaikan. Saya yakin semua orang pasti punya ide. Biasanya, saya mengumpulkan ide-ide dari tim baru mengambil keputusan. Saya juga tidak takut berubah pikiran kalau argumentasinya benar. Buat saya ini cukup membantu karena hasil akhirnya menggunakan pertimbangan lebih banyak dan matang. Saya selalu menyediakan waktu setiap Rabu sore untuk mendiskusikan ide dan mencari solusi. Selama setengah jam saya akan berada di satu ruangan dengan yang memiliki ide, usulan atau bahkan masalah. Menyatukan dua budaya Sebagai pemimpin di perusahaan JV, saat ini saya berperan untuk menjadi penerjemah diantara dua budaya yang berbeda. Saya bisa berperan membuat karyawan dari Australia mengerti dari sisi Indonesia, begitu juga sebaliknya. Ada kegiatan yang kami buat untuk mencairkan suasana. Setiap Rabu dua minggu sekali, kami membuat Pizza Wednesday. Di sana kami semua berkumpul agar lebih akrab. Sebelumnya, sering terjadi tim keuangan hanya kumpul dengan orang keuangan, yang IT hanya kumpul sesama tim dari IT. Acara Pizza Wednesday juga tempat untuk mengumumkan penghargaan. Ada penghargaan terkait kinerja perusahaan, tetapi ada juga yang tidak. Contohnya setiap September kami beradu untuk berjalan kaki sebanyak mungkin. Di Telkomtelstra kami juga merayakan Australian Day dengan cara menggelar kompetisi makan vegemite. Makanan ini semacam selai yang dioleskan ke roti atau burger.
Pesertanya dari tim Indonesia. Kalau enggak biasa, rasanya tentu tidak enak. Sepertinya, hanya orang Australia yang suka. Pada saat perayaan kemerdekaan Indonesia kami juga mengadakan kompetisi makan durian. Sama seperti orang Indonesia yang enggak kuat makan vegemite, orang Australia enggak kuat makan durian. Hal seperti ini memangkas jarak orang budaya. Kami bisa saling menertawakan dan ketawa bersama. ◆ Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Mesti Sinaga