Sawit, karet dan kakao genjot surplus perdagangan



JAKARTA. Indonesia masih mengandalkan komoditas perkebunan seperti minyak sawit mentah, karet, teh, kopi, dan kakao dalam menggenjot neraca perdagangan di sektor pertanian.

Per akhir September 2012, surplus perdagangan komoditas perkebunan Indonesia mencapai US$ 24 miliar. Perinciannya, nilai ekspor mencapai US$ 26,33 miliar dan impornya US$ 2,30 miliar. "Pada subsektor perkebunan, produk sawit, karet, teh, kopi, dan kakao merupakan komoditas andalan ekspor," ungkap Menteri Pertanian Suswono, Senin (28/1).

Namun Menteri Suswono tidak berani mematok berapa target surplus neraca perdagangan subsektor perkebunan pada tahun ini. Alasannya, harga komoditas perkebunan selalu naik turun.


Secara umum, subsektor perkebunan menyumbang surplus neraca perdagangan yang signifikan bagi sektor pertanian. Sepanjang tahun lalu, pemerintah memproyeksikan nilai surplus neraca perdagangan sektor pertanian mencapai US$ 33,39 miliar.

Selain kontribusi subsektor perkebunan, surplus neraca perdagangan ini juga disumbangkan subsektor pertanian. Hingga akhir September 2012, surplus neraca perdagangan subsektor pertanian senilai US$ 16,67 miliar dengan nilai ekspor US$ 27,20 miliar dan impor US$ 10,53 miliar.

"Kami memperkirakan pertumbuhan neraca perdagangan pertanian Indonesia tidak berubah dibandingkan posisi 2012, dengan surplus neraca perdagangan berkisar antara US$ 16,7 miliar hingga US$ 22,8 miliar," tutur Suswono.

Negara tujuan utama ekspor produk pertanian Indonesia adalah China, AS, India, dan negara-negara di Eropa. Masalahnya, sebagian negara tujuan utama ekspor tersebut kini lagi krisis ekonomi. Dus, pertumbuhan ekonomi di negara-negara itu cenderung lambat pada tahun ini.

Bahkan, kondisi ekonomi Eropa belum ada kepastian, apakah akan bangkit dari krisis ekonomi atau kian terpuruk. "Impor produk pertanian yang dilakukan negara-negara itu kemungkinan tidak akan meningkat," kata Suswono.

Selain dua subsektor perkebunan dan pertanian, ada tiga subsektor lagi, yakni tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan. Tapi ketiga subsektor ini mengalami defisit. Pada subsektor tanaman pangan dan peternakan, defisit neraca perdagangan berfluktuasi namun cenderung menurun. "Sementara defisit neraca perdagangan hortikultura cenderung meningkat," kata Suswono.

Per akhir September 2012, nilai defisit neraca perdagangan tanaman pangan mencapai US$ 4,44 miliar. Pada 2011, defisitnya US$ 6,44 miliar, melonjak 89,41% dibanding defisit selama 2010 yang mencapai US$ 3,4 miliar.

Sedangkan defisit neraca perdagangan hortikultura pada 2012 diperkirakan lebih dari US$ 2 miliar, atau melonjak 68% dari posisi 2011 yang senilai US$ 1,19 miliar. Per September 2012, defisit neraca perdagangan hortikultura mencapai US$ 1,15 miliar.

Adapun defisit neraca perdagangan subsektor peternakan di 2012 ditaksir US$ 1,67 miliar. Ini lantaran ekspornya hanya US$ 409,10 juta, sementara impor mencapai US$ 2,08 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sandy Baskoro