Sawit Sumbermas refinancing utang Rp 3,5 triliun



JAKARTA. PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) berencana melakukan pembiayaan kembali atau refinancing atas salah satu utang yang diperoleh dari PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI).

"Saldo terutang per Maret 2017 lalu total Rp 3,5 triliun," ujar Arie Pardosi, Investor Relation Sawit Sumbermas Sarana kepada KONTAN, Senin (24/7). Utang itu merupakan bagian dari fasilitas pinjaman dengan plafon maksimal Rp 6 triliun.

Perusahaan tersebut memperoleh fasilitas dana pada Januari 2017. Dana yang diperoleh dari pinjaman tersebut dipecah menjadi beberapa bagian dan dialokasikan sebagai modal ekspansi perusahaan termasuk ekspansi yang dilakukan melalui sejumlah anak usaha.


Bunga atas pinjaman tersebut terdiri dari dua bagian sesuai dengan jenis pinjaman yang diperoleh. Bunga untuk pinjaman dalam bentuk rupiah sebesar 9,75% per tahun, sementara bunga atas pinjaman dalam bentuk dollar AS sebesar 5,5% per tahun.

Sejatinya, tidak ada utang jangka pendek SSMS yang akan segera jatuh tempo tahun ini. Sehingga, rencana refinancing yang akan dilakukan lebih untuk mengurangi beban keuangan.

Upaya refinancing yang dilakukan SSMS tersebut menyusul telah disetujuinya rencana SSMS untuk menerbitkan obligasi berdenominasi dollar Amerika Serikat (AS) atau global bond senilai US$ 300 juta yang setara Rp 3,9 triliun. Persetujuan diperoleh dalam RUPSLB SSMS yang dilakukan sekitar pertengahan Juli lalu.

Surat utang itu akan tercatat di Bursa Efek Singapura itu akan ditawarkan dengan tenor lima hingga tujuh tahun. Adapun kupon yang ditawarkan nanti antara 6,37% hingga 8%.

Namun, manajemen belum bisa memastikan seberapa besar penghematan beban keuangan yang bisa diperoleh melalui refinancing tersebut. Alasannya, saat ini SSMS masih menunggu pembentukan jumlah bond dan dalam tahap penentuan rating dari sejumlah lembaga.

Lembaga rating tersebut adalah, Standard and Poor’s (S&P), Moody’s, dan Fitch Ratings. "Harapannya (rating) BB, akhir Agustus sudah bisa selesai," imbuh Arie.

Selain untuk refinancing, sisa dari perolehan dana hasil penerbitan surat utang tersebut akan digunakan untuk sejumlah modal ekspansi perusahaan. Misalnya rencana mengakuisisi lahan seluas 9.000 hektar (ha) di Kalimantan Tengah. Penambahan dengan skema anorganik atau akusisi tersebut lantaran adanya aturan mengenai moratorium lahan.

Perusahaan ini juga berencana mendirikan dua pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) baru. Nilai investasinya bervariasi. Untuk pabrik dengan konstruksi umum bisa sebesar US$ 12 juta. Sementara, untuk pabrik dengan konstruksi khusus memerlukan investasi US$ 18 juta-US$ 20 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Markus Sumartomjon