Sayur & buah impor akan menggempur Indonesia



JAKARTA. Kabar buruk bagi petani dan peternak di Indonesia. Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) mengabulkan gugatan Amerika Serikat (AS) dan Selandia Baru terhadap Indonesia. WTO menitahkan, Indonesia harus mencabut hambatan impor hortikultura seperti buah-buahan, sayuran serta daging dan unggas. Alhasil, Indonesia akan kebanjiran produk hortikultura dan unggas impor.

Menurut WTO, setidaknya ada 18 aturan yang dinilai menghambat impor produk hortikultura, hewan dan produk hewan. Beberapa produk yang dibatasi antara lain apel, kentang, anggur, bawang, bunga, jus, buah kering, sapi, ayam dan daging sapi. Aturan yang diterapkan Indonesia itu dianggap bertentangan dengan persetujuan umum tentang tarif dan perdagangan atau General Agreement on Tarriffs and Trade (GATT) tahun 1994 sebagai aturan pendahulunya.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menandaskan, pemerintah akan mengajukan banding keputusan WTO. Indonesia memiliki waktu 60 hari pasca keputusan WTO untuk mengajukan banding. "Kami akan menyusun materi banding," katanya, Jumat (23/12).


Salah satu aturan yang diprotes AS dan Selandia Baru adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 60/M-DAG/PER/9/2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura. Aturan ini menetapkan sejumlah syarat sebagai importir buah dan sayuran. Syaratnya adalah importir itu telah mengantongi izin sebagai importir produsen hortikultura maupun importir terdaftar produk hortikultura.

Proses impor juga hanya bisa dilakukan setelah ada persetujuan impor dari Kementerian Perdagangan. Produk yang diimpor juga harus melalui verifikasi oleh surveyor dan mencantumkannya sebagai dokumen pelengkap kepabeanan saat impor. Nah, panel WTO menitahkan Indonesia mencabut berbagai beleid itu.

Menurut Enggar, pemerintah Indonesia sudah memperbaiki regulasi impor dan masuk dalam paket deregulasi tahun 2015. Alhasil, menurut dia, gugatan Amerika dan Selandia Baru tidak berdasar.

Berefek besar

Sebagai gambaran, berdasarkan data Kementerian Perdagangan, total nilai perdagangan Indonesia dan AS pada periode Januari-Oktober 2016 mencapai US$ 19,26 miliar. Sedangkan total perdagangan Indonesia dan Selandia Baru selama periode Januari-Oktober 2016 tercatat senilai US$ 832,4 juta.

Yang jelas, Indonesia harus bekerja keras agar bisa memenangkan banding di WTO. Bila tidak, efek keputusan ini sangat besar dan krusial bagi petani dan peternak di Tanah Air.

Ketua Dewan Hortikultura Nasional (DHN) Benny Kusbini menyatakan, kekalahan Indonesia di WTO berpotensi meningkatkan impor hortikultura. Dus, dia menyarankan, pemerintah harus bekerja keras dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan agar argumen yang digunakan diterima saat mengajukan banding di WTO.

Benny menandaskan, proteksi terhadap produk lokal jelas perlu. "Kita tidak ingin buah-buahan asli Indonesia hilang digantikan buah impor," kata Benny.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (Aspidi) Thomas Sembiring menilai keputusan WTO cenderung tidak sesuai dengan perubahan dan situasi terkini di Tanah Air. "Saat ini sudah banyak perubahan dalam proses impor, tidak ada batasan lagi," tandas Thomas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto