SBDK kredit otomotif untuk redam risiko



JAKARTA. Bank Indonesia (BI) berencana merilis Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) untuk kredit kendaraan bermotor (KKB). Tujuannya meredam risiko peningkatan kredit akibatnya melambatnya perekonomian. Darsono, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, mengatakan, survei BI menunjukkan permintaan masyarakat terhadap KKB tinggi.

Hal ini tecermin lewat saldo bersih tertimbang (SBT) pada kuartal IV 2013 yang naik 7,1% dibandingkan kuartal sebelumnya.Permintaan tinggi tersebut mendorong marjin (spread) antara bunga dana dan bunga kredit untuk sektor otomotif menjadi 7,68%. Bandingkan dengan marjin sektor kredit pemilikan rumah (KPR) yang masih sebesar 6,05%.

Asal tahu saja, BI telah mengkaji dampak bunga KKB ini selama 4-5 tahun terakhir ini. "Hasil kajian ini untuk melengkapi informasi mengenai SBDK sehingga bisa memitigasi risiko," kata Darsono. Eko Budiwiyono, Direktur Utama Bank DKI, menjelaskan, pihaknya banyak menyalurkan kredit kepada perusahaan pembiayaan otomotif. Selama ini, bunga KKB tidak terlalu tinggi dan mirip bunga kredit modal kerja (KMK) untuk industri lain.


Menurut Eko, bunga KKB tinggi lantaran marjin yang diambil perusahaan pembiayaan kepada konsumen. Nah, semestinya pada tahapan itulah regulator mengaturnya sehingga tetap sehat. Muhammad Ali, Sekretaris Perusahaan Bank Rakyat Indonesia (BRI), menyatakan, bunga KKB yang ditawarkan BRI sangat bersaing. Jadi, penerbitan SBDK tidak bakal mengganggu penyaluran KKB BRI.

Selain itu, porsi kredit otomotif BRI masih mini atau di bawah 1% dari total kredit. "Oustanding KKB sebesar Rp 2,8 triliun naik 70% dari tahun 2012 yang sebesar Rp 1,6 triliun atau 0,65% dari total kredit," ucap Ali. Indrastomo Nugroho, Kepala Divisi Product Development & e-Banking Bank Artha Graha, menilai informasi SBDK mampu meningkatkan transparansi ke nasabah.

Kurang efektif

Tapi, Yanuar Rizky, pengamat perbankan mengatakan, penerapan SBDK kredit otomotif tidak bakal berdampak signfikan ke konsumen. Menurut dia, penerapan SBDK kendaraan bermotor seolah-olah menunjukkan keinginan BI menekan bunga kredit otomotif. "Padahal manfaatnya tidak ada. Ini hanya untuk informasi saja," tukas dia.

Sekadar informasi, SBDK memperhitungkan tiga komponen. Yakni, harga pokok dana untuk kredit, biaya overhead dan marjin keuntungan. Namun, premi risiko tergantung dari profil nasabah. Yang menjadi masalah, selama ini SBDK yang ditampilkan di situs masing-masing bank jauh di bawah besaran bunga yang dipatok ke konsumen. Salah satu penyebabnya adalah besaran premi risiko tersebut.

Sedangkan Difi Johansyah, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI mengklaim, selama ini SBDK efektif menurunkan bunga kredit selama dua tahun terakhir. "Saat ini bunga kredit memang cenderung naik dan berbeda dari besaran SBDK karena gejolak ekonomi," kata Difi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dessy Rosalina