JAKARTA. Mulai bulan November ini, pemerintah akan menggali utang untuk menutupi pembiayaan proyek pada awal tahun depan. Nilai Surat Berharga Negara (SBN) yang akan diterbitkan dalam dua bulan terakhir di 2015 ini bisa mencapai Rp 20 triliun. Direktur Strategi dan Portfolio Utang, Ditjen Pengelolaan, Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Schneider Siahaan mengatakan, pemerintah akan menerbitkan SBN sebesar Rp 20 triliun di akhir 2015.
Jumlah ini menurutnya aman untuk membiayai proyek dan kebutuhan rutin lainnya di awal tahun depan. Penerbitan SBN lebih cepat itu, menurut Schneider, sudah diakomodasi dalam Undang-Undang (UU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 yang baru disahkan. "SBN akan diterbitkan dalam bentuk valuta asing maupun mata uang domestik," ujarnya Schneider kepada KONTAN, akhir pekan lalu. Dia berkata, kebutuhan Rp 20 triliun berdasarkan hitungan sementara. Dengan asumsi, kebutuhan anggaran untuk infrastruktur yang biasanya terealisasi pada kuartal II atau III dimajukan menjadi kuartal I-2016. Oleh karena itu, menurutnya, penerbitan SBN di akhir tahun ini masih akan melihat hasil tender proyek yang sudah dilakukan. Dananya nantinya dipakai sebagai uang muka proyek. Seperti diketahui, pemerintah membutuhkan tambahan utang untuk menambal pembiayaan di awal tahun. Biasanya pemerintah menggunakan dana Sisa Lebih Anggaran (SAL). Namun kenaikan defisit APBNP 2015 yang naik menjadi 2,7%, membuat SAL yang sebesar Rp 55,6 triliun akan dipakai menutup defisit. Kebutuhan anggaran pemerintah di awal tahun mencapai Rp 47 triliun-Rp 50 triliun yang digunakan untuk membayar gaji pegawai, dana pensiun, dan Dana Alokasi Khusus (DAU) daerah. Tahun depan, kebutuhan di awal tahun untuk membayar uang muka proyek infrastruktur yang telah ditenderkan di akhir tahun dan mulai dikerjakan per Januari 2016. Jika di akhir tahun pemenang tender didapatkan, di awal tahun, uang muka 10%-15% harus dibayarkan. Ekonom LIPI, Latif Adam bilang, penerbitan SBN lebih awal ada risikonya. Namun karena kebutuhan fiskal yang mendesak, itu tidak bisa dihindari.
Risikonya, penerbitan SBN terlalu awal rentan perubahan situasi ekonomi. Jika ekonomi memburuk dan pemerintah membutuhkan utang, maka akan mengurangi ruang yang bisa diberikan dari penerbitan SBN. Risiko lain, biaya penerbitan utang bisa lebih mahal. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto