JAKARTA. Selasa (5/1) kemarin, pemerintah menerbitkan lima seri Surat Utang Negara (SUN) perdana tahun 2016. Surat Berharga Negara (SBN) rupiah domestik tersebut menjadi bagian dari strategi
front loading penerbitan utang pemerintah tahun ini. Strategi menggenjot penerbitan SBN di semester pertama ini dilakukan sebagai antisipasi terjadinya tekanan di pasar keuangan.
Data Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (PPR) Kementerian Keuangan (Kemkeu) menunjukkan, total SUN yang diterbitkan sebesar Rp 12 triliun. Sedangkan total penawaran yang masuk mencapai Rp 26,2 triliun. Lima seri surat utang itu memiliki jatuh tempo tiga bulan sampai 15 tahun dengan nilai antara Rp 1 triliun sampai Rp 4,65 triliun. Imbal hasil atau
yield yang diberikan antara 6,75% sampai 9,05%, naik dari tahun lalu. Dibandingkan penerbitan SUN perdana tahun 2015, dengan nilai penerbitan juga sebesar Rp 12 triliun, total penawaran hanya Rp 22,87 triliun. Saat itu
yield terendah 5,98% untuk tenor tiga bulan dan
yield tertinggi 8,81% untuk tenor 20 tahun. Direktur Strategi dan Portofolio Utang Ditjen PPR Scenaider Siahaan bilang, kenaikan
yield ini karena pasar belum memperoleh informasi makro ekonomi Indonesia yang lengkap. "Ke depan
yield SBN akan turun karena inflasi dan ekonomi lebih stabil, dengan catatan kurs rupiah relatif stabil. Bank Indonesia perlu didorong menjaga suku bunga," katanya, Selasa (5/1). Selama kuartal I 2016, total SBN rupiah yang akan diterbitkan mencapai Rp 97,33 triliun. Dalam periode itu, penerbitan SBN rupiah akan dilakukan sebanyak 13 kali. Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemkeu) Robert Pakpahan bilang porsi SBN pada semester pertama 2016 mencapai 61%-62% dari total rencana penerbitan (gross) sebesar 532,4 triliun. Sisanya sebanyak 48%-49% diterbitkan pada semester kedua. "Porsi penerbitan SBN valas 24%-25% dari total gross," katanya. Pemerintah juga membuka peluang penerbitan valas hingga 30%, tergantung kondisi pasar keuangan. Empat SBN valas yang pasti diterbitkan tahun ini, yaitu global bond, samurai bond, euro bond, dan global sukuk. Ekonom BCA, David Sumual mengatakan, kelebihan penawaran menujukkan minat investor terhadap aset di Indonesia masih tinggi. Adapun kenaikan
yield ini sejalan peningkatan yield setiap tahun.
David melihat, tingginya yield di awal tahun ini dipengaruhi oleh kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS). Ditambah lagi, adanya isu perlambatan ekonomi China dan isu Timur Tengah. "Ada kekhawatiran ekonomi masih lesu di 2016 sehingga yield di awal tahun belum optimal," kata David. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto