SBY: Ada yang gigih lakukan kampanye anti-SBY



JAKARTA.  Jangan Ada Dusta di Antara Kita menjadi judul lagu yang sering digunakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sambil berseloroh ketika diberi tahu ada sejumlah pihak yang amat kritis dan sering menyerangnya. Dalam salah satu bab bukunya yang berjudul "Selalu Ada Pilihan", Yudhoyono berbicara mengenai musuh-musuhnya selama ini.Bab yang berjudul "Musuh Menjadi Banyak" tersebut mengisahkan konsekuensi yang diterima seorang pemenang pemilihan presiden. Memiliki musuh yang banyak, menjadi salah satu konsekuensi tersebut."Sebagian dari Anda pasti pernah mendengar lagu cinta yang dulu dibawakan secara duet oleh mendiang Broery Pesolima dan Dewi Yull. Lagu itu berjudul Jangan Ada Dusta di Antara Kita, hingga kini masih tetap populer dan disukai banyak kalangan. Lagu itulah yang sering saya gunakan sebagai bagian dari seloroh saya ketika saya diberitahu ada sejumlah pihak, termasuk yang sebenarnya bersahabat dengan saya, yang amat kritis dan sering menyerang saya," kata Yudhoyono (halaman 137).Menurut Yudhoyono, pihak pertama yang hampir pasti menjadi musuhnya adalah mereka yang kalah dalam pemilu. Meskipun, lanjutnya, tidak semua pihak yang kalah pemilu kemudian menjadikan dia sebagai lawan. Pihak yang kedua, adalah para menteri Kabinet Indonesia Bersatu yang kemudian tidak diangkat kembali dalam pemerintahan periode kedua Yudhoyono."Mereka yang luka, juga menteri atau anggota kabinet yang saya ganti di tengah jalan, atau akibat reshuffle kabinet. Meskipun, ini juga tidak semua. Banyak yang masih memelihara hubungan baik dengan saya," tuturnya (halaman 139).Bukan hanya itu, Yudhoyono juga merasakan kekecewaan dari kalangan TNI dan Polri yang gagal mendapatkan jabatan puncak, baik di tingkat angkatan, maupun di tingkat TNI dan Polri. "Padahal mereka tahu bahwa pengangkatan jabatan KSAD, KSAL, dan KSAU itu adalah hak prerogatif presiden," ujarnya.Diam-diam, tulis Yudhoyono, deretan pihak yang tidak menyukainya juga termasuk mereka yang ingin menjadi direktur utama BUMN, duta besar, gubernur, wali kota atau bupati. Pihak lainnya adalah mereka yang merasa tidak dibantu ketika sedang menghadapi masalah hukum di KPK, kepolisian, atau Kejaksaan."Intinya seorang presiden tidak dibenarkan melakukan intervensi dalam penegakan hukum karena itu merupakan domain dari penegak hukum, baik itu penyidik, penuntut, maupun hakim," kata SBY.Belum lagi, deretan pengusaha yang berharap diberikan rekomendasi agar bisnisnya bisa dilancarkan. Di akhir cerita, Yudhoyono mengisahkan seseorang yang dianggapnya gigih melaksanakan kampanye anti-SBY. Orang ini, katanya, sebenarnya juga salah satu sahabat dia. Orang itu pernah menjadi menteri di era sebelum pemerintahan Yudhoyono. Setelah Yudhoyono terpilih sebagai presiden pada 2004, orang itu pernah diajaknya untuk menjadi menteri."Tetapi ketika saya meminta Wapres Jusuf Kalla menghubungi yang bersangkutan, katanya tidak bersedia," tuturnya.Namun, lanjut Yudhoyono, setelah kabinet dilantik, orang itu datang dan mengatakan bahwa dia bersedia menjadi menteri seandainya Yudhoyono yang meneleponnya langsung ketika itu. Orang itu pun, katanya, meminta posisi di sebuah BUMN."Permintaan itu saya kabulkan karena yang bersangkutan memang punya kemampuan untuk itu," ujarnya.Namun kemudian, orang itu keluar dari posisi di BUMN dan kembali meminta posisi sebagai menteri kabinet. "Tentu tidak segampang itu saya melakukan pergantian menteri atau reshuffle kabinet," tulisnya.Kemudian belakangan ini, tulis Yudhoyono, orang itu menyampaikan pesan lewat seorang anggota kabinet agar diangkat menjadi gubernur Bank Indonesia. Bahkan, katanya, ternyata orang itu sangat ingin menjadi wapres ketika Boediono digoyang secara politik karena urusan Bank Century. Siapakah orang itu? Hingga akhir ceritanya, Yudhoyono tidak menyebut nama orang tersebut."Saya pikir tidak perlu rakyat mengetahuinya. Biarlah kenangan indah saya ini hidup bersama lagu Jangan Ada Dusta di Antara Kita tadi. Sebagai sahabat, saya tetap mendoakan yang terbaik untuknya," tulis Yudhoyono. (Icha Rastika)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Barratut Taqiyyah Rafie