SBY jadi Ketum, mengapa dipermasalahkan?



JAKARTA. Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin mengatakan, tidak ada yang salah bila Susilo Bambang Yudhoyono merangkap jabatan sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat. Alasannya, Presiden maupun Wakil Presiden Indonesia sebelumnya, bahkan pemimpin negara lain juga merangkap jabatan di partai.Didi menyinggung sikap Megawati Soekarnoputri yang juga menjadi Ketua Umum DPP PDIP ketika menjadi Presiden. Begitu pula Abdurrahman Wahid memimpin Partai Kebangkitan Bangsa ketika menjadi Presiden, Jusuf Kalla memimpin Partai Golkar saat menjadi Wakil Presiden, dan Soeharto memimpin Partai Golkar saat menjadi Presiden."Banyak pimpinan dunia juga merangkap ketua umum partai seperti di Jerman, Inggris, China, Prancis, Malaysia, Thailand, dan banyak negara lain. Lalu, kenapa di Indonesia dipermasalahkan?" kata Didi melalui pesan singkat, Sabtu (30/3).Menurut anggota Komisi III DPR itu, sungguh subjektif dan tidak fair jika ada sebagian politisi atau pengamat diskriminatif terhadap Partai Demokrat. "Seolah menutup mata contoh sebelumnya. Partai Demokrat tidak boleh atau dianggap tabu bila Presidennya merangkap ketum partai," ujar Didi.Seperti diberitakan, berbagai pihak mengkritik wacana SBY menjadi ketum Demokrat. SBY dikhawatirkan akan sibuk mengurusi partai ketimbang negara di sisa masa jabatannya hingga November 2014 . Wacana itu jika terjadi dinilai bertolakbelakang dengan pernyataan SBY selama ini yang meminta para menteri fokus dalam kerja pemerintahan.Partai Demokrat akan menggelar kongres luar biasa (KLB) di Bali pada Sabtu siang ini untuk memilih Ketum baru menggantikan Anas Urbaningrum. Mayoritas pengurus Dewan Pimpinan Daerah mengaku meminta SBY sebagai Ketum. Harapan sama disebut juga disampaikan pengurus Dewan Pimpinan Cabang.Hingga saat ini, SBY belum menjawab permintaan tersebut. Hanya saja, jika SBY menjadi ketum, wacana yang muncul akan ditunjuk ketua harian untuk menjalankan tugas ketum. (Sandro Gatra/Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Barratut Taqiyyah Rafie