JAKARTA. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengklaim bahwa pada masa pemerintahannyalah terjadi kampanye antikorupsi paling agresif sepanjang sejarah Indonesia. Pasalnya, pada masa sekarang, setiap orang yang melakukan korupsi, apa pun jabatannya tidak dapat menghindar dari jeratan hukum yang berlaku. "Isu yang menjadi perhatian publik, pers dan media massa adalah korupsi. Saya kira tidak ada yang menyangkal di ruangan ini, bahwa sekarang ini negara kita melaksanakan kampanye antikorupsi yang paling agresif sepanjang sejarah negara kita," tutur SBY saat memberikan sambutan pada acara Penandatanganan Komitmen Bersama Peningkatkaan Akuntabilitas Keuangan Negara di Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Rabu (22/1). Presiden menjelaskan, bahwa ada pihak yang mengatakan, mengapa pada zaman pemerintahan sebelumnya, kasus korupsi tidak sebesar sekarang ini gaungannnya. Namun, ia menegaskan, bukan berarti pada zaman pemerintahan sebelumnya tidak ada korupsi. "Saya katakan salah. Yang betul adalah dengan gerakan pemberantasan korupsi besar-besaran sekarang ini, boleh dikata tidak ada satu pun yang kebal, yang bisa tidak tersentuh tangan-tangan hukum," tambahnya. Karena itu, Presiden bilang makin banyak koruptor yang dibawa ke muka pengadilan, maka makin menunjukkan bahwa negara serius dan bersungguh-sungguh menciptakan sistem yang baik dalam memberantas korupsi. Akibat pemberantasan korupsi besar-besaran ini, Presiden mengakui bahwa ongkosnya memang tidak murah. Efek pemberantasan korupsi ini sangat besar terjadi. Sejumlah pejabat negara enggan meneken proyek atau ragu-ragu memberikan persetujuan atau mengambil keputusan terhadap suatu program yang menggunakan anggaran negara. Untuk mengatasi itu, SBY menganjurkan agar lembaga negara melakukan kerjasama dengan para penegak hukum, baik itu dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun dengan pihak Kejaksaan dan Kepolisian, juga dengan BPK. Dengan kerjasama tersebut, pejabat atau pengambil kebijakan tidak lagi ragu-ragu dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan keuangan negara.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
SBY klaim pemerintahannya banyak berantas korupsi
JAKARTA. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengklaim bahwa pada masa pemerintahannyalah terjadi kampanye antikorupsi paling agresif sepanjang sejarah Indonesia. Pasalnya, pada masa sekarang, setiap orang yang melakukan korupsi, apa pun jabatannya tidak dapat menghindar dari jeratan hukum yang berlaku. "Isu yang menjadi perhatian publik, pers dan media massa adalah korupsi. Saya kira tidak ada yang menyangkal di ruangan ini, bahwa sekarang ini negara kita melaksanakan kampanye antikorupsi yang paling agresif sepanjang sejarah negara kita," tutur SBY saat memberikan sambutan pada acara Penandatanganan Komitmen Bersama Peningkatkaan Akuntabilitas Keuangan Negara di Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Rabu (22/1). Presiden menjelaskan, bahwa ada pihak yang mengatakan, mengapa pada zaman pemerintahan sebelumnya, kasus korupsi tidak sebesar sekarang ini gaungannnya. Namun, ia menegaskan, bukan berarti pada zaman pemerintahan sebelumnya tidak ada korupsi. "Saya katakan salah. Yang betul adalah dengan gerakan pemberantasan korupsi besar-besaran sekarang ini, boleh dikata tidak ada satu pun yang kebal, yang bisa tidak tersentuh tangan-tangan hukum," tambahnya. Karena itu, Presiden bilang makin banyak koruptor yang dibawa ke muka pengadilan, maka makin menunjukkan bahwa negara serius dan bersungguh-sungguh menciptakan sistem yang baik dalam memberantas korupsi. Akibat pemberantasan korupsi besar-besaran ini, Presiden mengakui bahwa ongkosnya memang tidak murah. Efek pemberantasan korupsi ini sangat besar terjadi. Sejumlah pejabat negara enggan meneken proyek atau ragu-ragu memberikan persetujuan atau mengambil keputusan terhadap suatu program yang menggunakan anggaran negara. Untuk mengatasi itu, SBY menganjurkan agar lembaga negara melakukan kerjasama dengan para penegak hukum, baik itu dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun dengan pihak Kejaksaan dan Kepolisian, juga dengan BPK. Dengan kerjasama tersebut, pejabat atau pengambil kebijakan tidak lagi ragu-ragu dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan keuangan negara.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News