SBY kritisi kebijakan non tarif di sejumlah negara



JAKARTA. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengkritisi sejumlah kebijakan non tarif atau Non-Tariff-Measures (NTMs) yang masih berlaku di banyak negara. Pasalnya, kebijakan ini sering kali menjadi sumbatan kerjasama perdagangan antar negara. "NTMs di negara-negara berkembang sering menjadi hambatan utama bagi perdagangan internasional dan akses pasar," kata SBY saat membuka World Export Development Forum (WEFD) 2012, Senin (15/10).Ambil contoh, dalam kerangka perdagangan Selatan-Selatan, NTMs ini justru bisa lebih tinggi dari tarif konvesional. Meski WTO telah melakukan pembahasan perihal ini, namun hal tersebut tidak sepenuhnya tertangani. SBY meminta, melalui forum WEFD yang dihadiri 500 delegasi dari kalangan publik maupun swasta di seluruh dunia, untuk kembali membahas dan menemukan solusi perihal ini. "Semoga forum ini bisa menjadi wadah untuk mendiskusikan dan menampilkan inisiatif yang dapat meningkatkan transparansi dan prediktabilitas peraturan, terutama dari NTMs," katanya.Lebih lanjut lagi, SBY pun menaruh harapan besar supaya forum ini membawa sejumlah usulan untuk dibawa ke pertemuan tingkat menteri WTO di Bali pada Desember mendatang. Pasalnya, pada pertemuan WTO di Doha sebelumnya tidak satu pun membuahkan hasil perihal NTMs ini. Selain menyoroti perihal NTMs ini, ada dua hal lainnya yang dapat mendongkrak laju perdagangan global. Pertama, menekankan pada pemenuhan infrastruktur baik dalam hal pelabuhan, jalan dan jaringan ICT canggih. Selain itu, ada juga efisiensi bea cukai dan transparansi layanan yang memungkinkan seperti logistik, transportasi dan jasa distribusi. "Dengan infrastruktur tersebut, kita dapat meningkatkan konektivitas dan kemudian mengatasi kendala perdagangan," jelasnya.Kedua, pertumbuhan pasar harus bisa mengatasi kesenjangan rantai pasokan dan peluang. Link rantai pasokan global sangat penting untuk perdagangan global. "Titik ini dalam konteks mencapai ketahanan pangan dan mengembangkan UKM," paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Barratut Taqiyyah Rafie