SBY memberi sinyal harga BBM tetap



JAKARTA. Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) harus siap menanggung beban kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sendirian. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tampaknya tidak mau berbagi beban dengan mengerek harga premium dan solar tahun ini.

Kalau tidak ada aral melintang, Jokowi dan SBY akan menggelar pertemuan di Bali hari ini untuk membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015, termasuk rencana kenaikan BBM bersubsidi.

Tapi, Firmanzah, Staf Khusus Presiden Bidang Perekonomian dan Pembangunan, menegaskan, opsi kenaikan harga BBM bersubsidi bukan pilihan yang akan ditawarkan Presiden SBY. Sebab, "Banyak hal harus disiapkan kalau menaikkan harga BBM, termasuk membuat program baru," kata Firmanzah kemarin.


Harus ada jalan keluar Program baru yang dimaksud adalah bantuan sosial untuk masyarakat miskin. Soalnya, mereka yang paling terkena dampak kenaikan harga BBM bersubsidi. "Tidak fair jika menaikkan harga BBM tanpa dibarengi program sosial," tambah Firmanzah. 

Nah, jika SBY mengajukan program baru ke DPR, waktu yang tersisa tidak cukup. Belum lagi pembahasannya di internal pemerintah juga memakan waktu yang tidak sebentar. Padahal, Pemerintahan SBY tinggal dua bulan lagi, sampai 20 Oktober nanti.

Hendrawan Supratikno, anggota Tim Ekonomi Jokowi-Jusuf Kalla (JK), menyatakan, kalau SBY tidak menaikkan harga BBM bersubsidi, sudah pasti akan membebani Pemerintahan Jokowi. "Kami tidak memaksa Pak SBY, tapi soal subsidi BBM harus dibicarakan dan harus ada jalan keluar," kata Hendrawan.

Apalagi, kenaikan harga BBM bersubsidi bukan hanya membantu Pemerintahan Jokowi, juga masyarakat. Kebijakan ini juga lebih baik ketimbang menjaga konsumsi BBM agar tetap sesuai kuota tahun ini yang hanya 46 juta kiloliter, yang membuat masyarakat harus mengantre lama membeli premium dan solar di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).

Andin Hadiyanto, pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, menambahkan, kenaikan harga BBM bersubsidi juga bisa menyelamatkan anggaran negara. Setidaknya, jika harga BBM naik Rp 1.000 per liter, subsidi yang bisa dihemat tiap tahun mencapai Rp 40 triliun. Sedang penghematan subsidi bila harga BBM naik Rp 2.000 adalah Rp 80 triliun. Tapi, kenaikan harga BBM sebaiknya pada periode inflasi rendah: Oktober–November atau Maret–April.

Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Hadi Purnomo berharap, kenaikan harga BBM bersubsidi secara bertahap hingga mendekati harga keekonomian.       

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia